Kisah Lain Festival Gandrung Sewu: Bingung Cari Anak Sampai Kesulitan Masuk
Reporter
Diananta P. Sumedi (Kontributor)
Editor
Yunia Pratiwi
Minggu, 27 Oktober 2024 08:49 WIB
TEMPO.CO, Banyuwangi - Festival Gandrung Sewu 2024 ampuh menyedot animo masyarakat dan wisatawan untuk hadir di lokasi pementasan tari kolosal itu di Pantai Boom Marina, Kabupaten Banyuwangi, pada Sabtu siang, 26 Oktober 2024. Atraksi seni dan budaya andalan Kabupaten Banyuwangi ini pun menyisakan cerita haru, bangga, dan miris.
Tempo mendapati banyak pengunjung kesulitan mendekati lapangan pentas Gandrung Sewu. Maklum, panitia tidak menjual tiket masuk. Panitia memberikan tiket akses masuk berupa gelang untuk tamu VIP, wartawan, fotografer, dan wali murid penari. Alhasil, wisatawan yang hadir tanpa gelang mesti melihat pementasan Gandrung Sewu dari luar pagar pembatas.
Ibu-ibu di sisi selatan pentas misalnya. Mereka nekat memanjat pagar besi untuk mendekati atraksi tari Gandrung Sewu. Petugas pun tak kuasa mengusir karena tingginya antusiasme penonton di luar pagar. Merespons situasi ini, panitia menyediakan layar lebar di area stan UMKM. Penonton yang tidak ingin berjubel dan kesulitan mendekati pentas bisa menonton Gandrung Sewu lewat layar lebar.
Beberapa pengunjung turut mengeluhkan ketiadaan tiket masuk. Andang, salah satu pengunjung, bahkan berupaya membeli gelang milik pengunjung lain untuk mendekati panggung dan keluarganya. "Keluarga saya sudah bisa masuk. Kalau boleh saya beli gelangnya" kata Andang yang masih tertahan di luar pagar.
Namun saat atraksi pementasan berlangsung, petugas akhirnya melonggarkan penjagaan. Pengunjung tanpa gelang diberi kebebasan akses keluar-masuk.
Di akhir atraksi, situasi berubah heboh. Ibu-ibu dan orang tua murid merangsek mendekati ribuan penari Gandrung yang masih berdiri di lapangan pentas. Para orang tua ini kesulitan dan kebingungan menemukan anak-anaknya karena kesamaan kostum dan tata rias penari di tengah lautan 1.350 penari. Suasana haru dan bangga pecah begitu orang tua dan anaknya bersua. Mereka saling peluk, lalu mengabadikan momen itu lewat foto selfie.
Seorang penari Gandrung Sewu asal SDN 1 Bumiharjo, Kecamatan Glenmore, Kamiliairdina Widiyan Putri, sangat senang dan bangga bisa tampil bersama ribuan penari Gandrung. Siswi kelas V itu baru pertama kali ini tampil di Gandrung Sewu. Kamiliairdina harus lolos seleksi tingkat kecamatan untuk mengisi kuota 52 penari asal Glenmore. Pada tari kolosal Gandrung Sewu 2024, ia tampil dalam formasi Gandrung cilik.
Pelestarian warisan budaya
Penjabat Bupati Banyuwangi, Sugirah saat membuka Festival Gandrung Sewu, mengatakan Gandrung Sewu bukan sekedar tarian, namun upaya pelestarian warisan budaya yang lekat dengan tradisi masyarakat Banyuwangi.
"Gandrung Sewu membantu melestarikan warisan budaya dan kearifan lokal yang bisa menjaga alam dan keseimbangan ekosistem yang berkelanjutan," kata Sugirah.
Menurut dia, event Gandrung Sewu memberikan efek domino positif bagi ekonomi lokal karena melibatkan semua pihak. Sugirah mencontohkan hunian hotel terisi penuh, pedagang UMKM yang kebanjiran pembeli, dan tiket pesawat ke Banyuwangi yang ludes. Alhasil, sejak 2012, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi rutin menggelar Gandrung Sewu setiap tahun.
Staf Ahli Bidang Inovasi dan Kreativitas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Restog Krisna Kusuma, mengatakan Gandrung Sewu masuk dalam Karisma Event Nusantara 2024. Ia mengapresiasi semua pihak yang telah berkolaborasi mengangkat ekonomi kreatif seni dan budaya di Banyuwangi.
"Gandrung Sewu terpilih sebagai Karisma Event Nusantara 2024 karena keunikan, konsep, dan inovasi. Sehingga event ini punya daya tarik bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Kami merasakan betul energi positif yang luar biasa di event ini," turut Restog.
Ia menegaskan perlu sinergi lintas sektor untuk menggerakkan ekonomi daerah, seperti di Kabupaten Banyuwangi. Restog mengajak pemerintah daerah lain meniru cara Pemkab Banyuwangi mengoptimalkan potensi seni dan budaya. "Bisa jadi contoh daerah lain supaya melaksanakan event seperti ini," kata dia.
Tema Payung Agung
Ketua Pelaksana Gandrung Sewu, Suko Prayitno, menambahkan Gandrung Sewu tahun ini mengambil tema Payung Agung yang merepresentasikan keberagaman etnis dan budaya di Kabupaten Banyuwangi, seperti Osing, Jawa, Bali, Mandar, dan Madura. Menurut Suko, tari kolosal Gandrung Sewu membawakan gerakan dan alunan musik dari keragaman etnis yang telah memberi sentuhan seni dan budaya di Banyuwangi.
"Gandrung Sewu tema Payung Agung itu bermakna mengayomi beberapa etnis yang hidup di Banyuwangi dan dipersatukan lewat kesenian. Jadi ada tarian Madura, Bali, Jawa, Mandar, dan Osing, tapi tetap dalam posisi tari Gandrung. Apapun suku dan tradisinya, tetap disatukan dengan budaya tari Gandrung, yang membedakan pada gerakan dan musiknya," lanjut Suko Prayitno.
Puncak penampilan tari kolosal Gandrung Sewu dibuka atraksi jaranan buto, jatilan, dan Reog Ponorogo. Adapun sehari sebelumnya, ribuan penari Gandrung Sewu telah mengikuti ritual Meras Gandrung sebagai tahap akhir sebelum tampil penuh hari ini. Rangkaian Festival Gandrung Sewu tahun 2024 diawali Festival Padang Ulanan di Pantai Boom Marina pada Kamis, 24 Oktober 2024, yang menampilkan ragam kesenian tari Bumi Blambangan oleh seniman-seniman cilik asal Banyuwangi. Mereka menampilkan tari Gandrung Gurit Mangir, Tari Cunduk Menur, Jakripah, Sorote Lintang, Paju Gandrung, dan Jaranan Buto.
Pilihan editor: Pertunjukan Tari Kolosal Gandrung Sewu Digelar di Banyuwangi Akhir Pekan Ini