Profil Rengasdengklok, Lokasi Tempat Penculikan Sukarno dan Hatta 79 Tahun Lalu
Reporter
Kakak Indra Purnama
Editor
Dwi Arjanto
Sabtu, 17 Agustus 2024 10:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rengasdengklok dikenal luas dalam sejarah Indonesia sebagai lokasi penting di mana peristiwa penculikan Sukarno dan Hatta oleh para pemuda terjadi pada 16 Agustus 1945. Peristiwa ini menjadi salah satu titik kritis dalam proses menuju Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Profil Rengasdengklok
Rengasdengklok merupakan salah satu lokasi penting dalam sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ini sebuah kecamatan yang ada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Pada 1999, Kecamatan Rengasdengklok dimekarkan menjadi Kecamatan Kutawaluya dan Jayakerta . Hal itu berdasarkan Perda Kabupaten Karawang Nomor 2 Tahun 2003. Adapun saat ini Kecamatan Rengasdengklok terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah 33,46 kilometer persegi dan berpenduduk kurang lebih 103 ribu jiwa.
Setidaknya terdapat dua situs peringatan sejarah Rengasdengklok di Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yaitu Monumen Kebulatan Tekad dan Rumah Bersejarah Rengasdengklok.
Dari Kantor Camat Rengasdengklok, Monumen Kebulatan Tekad yang ada di Jalan Tugu Proklamasi hanya berjarak tidak lebih dari 1,5 kilometer. Sedangkan Rumah Bersejarah Rengasdengklok hanya berjarak tidak sampai 150 meter dari Monumen Kebulatan Tekad.
Bisa dikatakan, bahwa Sukarno dan Hatta akhirnya bersepakat dengan kelompok pemuda tentang pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Rengasdengklok ini.
Penculikan Sukarno dan Hatta
Sebelumnya Sukarno dan Mohamad Hatta, serta tokoh-tokoh lainnya menginginkan supaya proklamasi ditetapkan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan supaya proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melewati PPKI yang diasumsikan sebagai badan hasil bentukan pemerintah Jepang.
Pada 14 Agustus 1945, Soetan Sjahrir mendengar kabar dari radio bahwa Jepang menyerah dari Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Sjahrir segera menemui Sukarno dan Hatta untuk menyampaikan kabar tersebut. Saat itu, Sukarno dan Hatta baru saja pulang dari Dalat, Vietnam, usai bertemu dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara, Marsekal Terauchi. Kepada Sukarno-Hatta, Terauchi menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia.
Silang pendapat pun terjadi di antara ketiga tokoh bangsa itu. Sjahrir meminta agar kemerdekaan segera dideklarasikan. Namun, Sukarno dan Hatta yang belum yakin dengan berita kekalahan Jepang, keduanya justru memilih menunggu kepastian sembari menanti janji kemerdekaan dari Dai Nippon.
Sebagai antisipasi hal tersebut, golongan muda melakukan penculikan supaya Sukarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Bahwa kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia semata, bukan pemberian dari Jepang.
Sehari sesudah mendengar kabar kekalahan Jepang melawan sekutu, golongan pemuda mengadakan suatu perundingan di Pegangsaan Timur Jakarta, pada 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan supaya pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan dari segala ikatan dan hubungan dengan perjanjian kemerdekaan dari Jepang.
Menghadapi desakan tersebut, Sukarno dan Hatta tetap tidak berganti pendirian. Sukarno merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan sudah menyusun rencana merebut kekuasaan dan memproklamirkan kemerdekaan. Tetapi apa yang sudah direncanakan tidak sukses dijalankan karena tidak semua anggota PETA (Pembela tanah Air) mendukung rencana tersebut.
Untuk lokasi, rencana awal proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan Ikada, sekarang Lapangan Banteng, yang sekarang sudah menjadi lapangan Monas atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56.
Akhirnya dipilih rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur No.56. Sebab kabar pergelaran acara di lapangan Ikada sudah tersebar, bahkan beberapa tentara-tentara Jepang sudah bersiap-siap, sebagai menghindari kericuhan.
Sementara itu, segala persiapan kemerdekaan sudah beres. Termasuk teks Proklamasi yang sudah disusun di Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong. Sementara itu, bendera merah putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis, 16 Agustus 1945.
Di waktu yang sama, Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo. Hasilnya Kunto dan Achmad Soebardjo ditugaskan ke Rangasdengklok untuk menjemput Sukarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur untuk membacakan proklamasi kemerdekaan. Keesokan harinya, tepatnya pada 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan oleh kedua proklamator, Sukarno - Hatta.
KAKAK INDRA PURNAMA | RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION | ANTARA | KARAWANGKAB.GO.ID
Pilihan editor: Upacara 17 Agustus: Har Ini 79 Tahun Lalu Para Pemuda Menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok