Bukan Hanya Borobudur, Magelang Punya 51 Desa Wisata
Reporter
Pito Agustin Rudiana (Kontributor)
Editor
Ludhy Cahyana
Selasa, 16 Juli 2019 15:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Magelang tak serta merta terkerek dengan keberadaan Candi Borobudur. Lebih dari satu dekake, kabupaten itu berjuang agar candi terbesar di dunia itu turut melambungkan namanya.
Seiring berjalannya waktu, turis-turis pun menyebut dengan tepat Candi Borobudur berada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Namun kesimpangsiuran itu belum berakhir.
“Wisatawan lebih memilih ke Yogyakarta karena di Magelang cuma ada Candi Borobudur,” kata salah satu pelaku wisata, Hani Sutrisno yang mendirikan Desa Bahasa di Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang saat ditemui di tempat kerjanya, Kamis, 11 Juli 2019.
Sejumlah event internasional pun digelar di Candi Borobudur, seperti Borobudur International Arts and Festival. Sayangnya, lanjut Hani, ajang tersebut belum melibatkan masyarakat di sekitar candi.
Hani mengaku punya pengalaman tak enak ketika ingin mengikuti acara yang diadakan di Taman Lumbini, Candi Borobudur tersebut. Sebagai warga lokal dari sekitar candi, Hani harus melalui berbagai pertanyaan sebelum mengikuti acara festival.
Selain pelibatan warga, PR besar adalah menahan wisatawan agar lebih lama bertahan di Borobudur, sekaligus mengenal Kabupaten Magelang. Pasalnya, masyarakat pariwisata dunia terlanjur terpikat oleh Candi Borobudur. Padahal, menurut Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Magelang, Iwan Setiyarso, Magelang mempunyai 210 daya tarik wisata, tak hanya candi.
“Tapi dari sekian banyak ikon pariwisata di Magelang, yang muncul dalam 10 daerah prioritas pariwisata nasional hanya Borobudur,” kata Iwan. Bahkan, Magelang memiliki 14 candi yang tersebar di beberapa lokasi pariwisata. Sebagian lagi belum dikelola optimal karena belum tumbuh ekosistem pariwisata di sekitarnya.
Untuk urusan pariwisata, Magelang sejatinya berkompetisi dengan tetangganya. Pasalnya, Kementerian Pariwisata menargetkan Yogyakarta – Solo (Surakarta) – Semarang alias Joglosemar bisa mendatangkan dua juta turis asing ke Candi Borobudur.
Angkanya cukup gede. Pemerintah mematok 10 persen dari 20 juta wisatawan nusantara yang memasuki Indonesia pada 2019. Kue untuk Magelang kian mengecil, karena pengelolaan candi tersebut berada di tangan PT Taman Wisata Candi (TWC) yang merupakan perusahaan BUMN.
“Magelang tak dapat manfaat langsung dari Borobudur. Apa mesti direbut? Enggak ada solusi malah jadi konflik,” kata Iwan.
<!--more-->Desa Pariwisata Jadi Solusi
Kiat yang ditempuh, Magelang menjadikan Candi Borobudur magnet untuk menarik wisatawan sebanyak mungkin, lalu ditangkap untuk menikmati spot-spot lain di sekitar candi tersebut.
“Jadi Magelang dapat manfaat langsung dari Borobudur. Kalau datang ke Borobudur sebisa mungkin datang ke tempat lain,” kata Iwan.
Strategi ini mengharuskan Pemkab Magelang kreatif, dengan memberdayakan lokasi-lokasi di sekitar Borobudur. Semisal melihat candi megah itu ketika matahari terbit dari Punthuk Setumbu, Gereja Ayam, maupun dari desa-desa wisata yang tersebar di seputaran candi.
Saat ini ada 51 desa wisata dari 272 desa di Magelang. Desa-desa wisata itu menyuguhkan kekhasan masing-masing, baik berupa produk kerajinan tangan, budaya, maupun pesona alamnya.
Magelang juga menjaja pegunungan yang mengepungnya demi bisnis pariwisata, seperti Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Andong, Telomoyo. Gunung-gunung itu menjadi jujugan pecinta alam sebelum pendakian ke puncak.
Bahkan “gunung mini” juga dijaja, semisal Gunung Andong setinggi 1.731 meter, “Kalau sekedar untuk selfie di puncak tanpa harus capek, cukup ke Gunung Andong,” kata Iwan.
Jika tak ingin berjalan kaki bisa mendaki Gunung Telomoyo yang dapat dilalui kendaraan. Namun apabila ingin menikmati pendakian mainstream bisa menuju ke Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro, atau pun Sumbing.
Hani menyambut baik paradigma pariwisata yang dibangun pemeritah saat ini. Semestinya, hal itu dilakukan sejak 20-30 tahun lalu, “Sehingga kemajuan Magelang bisa mengimbangi Yogyakarta. Kemacetan Yogyakarta tidak separah saat ini,” kata Hani.
Sementara Iwan menggarisbawahi, pembangunan pariwisata Magelang berbasis masyarakat. Pariwisata jadi alat ungkit yang kuat untuk kesejehateraan masyarakat, membuka kesempatan kerja, membuka peluang usaha.