TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten melakukan gerakan penghijauan kawasan hutan dengan menanam aneka jenis tanaman keras. Hal itu dilakukan untuk pelestarian alam dan lingkungan.
"Agar tidak menimbulkanbencana alam," kata Santa, 46 tahun, seorang warga Baduy di Lebak, Senin, 7/8. Kawasan hutan hak ulayat Badui terdiri dari lahan seluas 5.101,85 hektare sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2001.
Masyarakat Baduy berkomitmen menjaga kawasan hutan di sekitar tanah hak ulayat Badui menjadi hijau dan asri. Pohon di kawasan hutan tanah hak ulayat itu tidak boleh ditebang. Namun, masyarakat Badui diperbolehkan melakukan penebangan pohon di luar lahan kawasan hak ulayat.
Karena itu, masyarakat Baduy, selain menanam aneka jenis tanaman keras di kawasan hutan adat, juga di luar kawasan hak ulayat. Tanaman keras yang ditanam di luar hak ulayat, merupakan investasi ekonomi ke depan.
Produksi tanaman keras bisa menghasilkan kayu pada usia lima sampai tujuh tahun. "Kami tahun ini menanam tanaman keras sebanyak 300 pohon jenis albasia di lahan Perum Perhutani," kata Santa.
Tetua adat Baduy juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak mengatakan masyarakat Baduy sejak nenek moyang hingga sekarang tetap menjaga dan melestarikan lingkungan sebagai pilar kehidupan.
"Kami sangat cinta hutan, maka menjaga dan melestarikan agar hutan tidak rusak," ujarnya. Selama ini, hutan dan lahan di kawasan Baduy cukup baik dan tidak mengalami kerusakan.
Kawasan wilayah hulu Baduy memiliki beberapa daerah aliran sungai (DAS), di antaranya Ciujung, Cisimeut, Ciberang, dan Cimadur. Apabila, hutan dan lahan rusak di kawasan hulu maka dipastikan menimbulkan banjir, longsor dan kekeringan.
"Kami sangat komitmen menjaga pelestarian hutan dan lahan untuk mengantisipasi bencana alam itu," ujarnya.
ANTARA