TEMPO.CO, Timika - Perburuan liar kura-kura moncong babi (carettochelys insculpta) telah mengancam kelestarian satwa endemik Papua itu. Menurut peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup (BP2LH) Manokwari Gatot Nugroho, saat ini pemanfaatan kura-kura moncong babi sangat tinggi. "Bahkan tidak ada telur ditinggalkan dalam sarang untuk menetas," kata dia Timika, Selasa, 4/4.
Baca: Habitat Kura-Kura Moncong Babi Tersebar di 3 ...
Kura-kura moncong babi dewasa, menurut Gatot, diburu untuk dikonsumsi ataupun dijual. Hal itu akan mengancam kelestarian hewan tersebut pada beberapa tahun ke depan
Saat ini Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua bekerja sama dengan BP2LH Manokwari serta Usaid Lestari tengah melakukan kajian populasi dan ancaman kelestarian kura-kura tersebut. Populasi hwan tersebut hanya ditemukan di beberapa tempat di wilayah pesisir selatan Papua.
Survei satwa ini dilakukan di tiga lokasi penyebaran, yaitu di Sungai Mamats, Sungai Catelina dan Sungai Eilanden. Ketiga sungai itu berada di wilayah Kabupaten Asmat dan dalam area kawasan Taman Nasional Lorentz. Populasi kura-kura moncong babi terbanyak terdapat di wilayah Kabupaten Asmat, Provinsi Papua.
Gatot menyerukan upaya serius semua pihak untuk menghentikan aksi perburuan liar kura-kura moncong babi agar populasinya tidak punah.
Masyarakat lokal, kata dia, bisa terus memanfaatkan protein kura-kura moncong babi, namun pengambilannya harus dilakukan secara terbatas. "Bisa diberikan dengan kuota berapa yang bisa diambil dari alam," kata Gatot.
Selanjutnya: Dijual dengan Harga Fantastis