TEMPO.CO, Jakarta - Maenpo Cikalong, silat khas Cianjur, yang akan tampil di UNESCO, Mei nanti, ternyata berakar pada aliran tasawuf. Aliran silat ini didirikan oleh RH Ibrahim (1816-1906) sekembalinya dari menunaikan ibadah haji.
Baca: Maenpo, Silat Khas Cianjur Unjuk Gigi di UNESCO
RH Ibrahim, yang sebelum beribadah haji bernama Djaja Perbata, tumbuh di lingkungan dengan budaya maenpo yang kental di Cianjur. Kakeknya, R. Wiranagara atau Arya Cikalong, adalah murid Abah Kahir, penemu aliran pencak silat Cimande. Adapun kakak iparnya, R. Ateng Alimuddin, suami kakaknya, Nyi R. Hadijah, juga menguasai Cimande.
Djaja Perbata pernah belajar silat kepada lebih dari 17 guru. Ada pula yang mengatakan ia menimba ilmu kepada 40 pesilat. Tapi ada empat guru yang berperan besar membentuk karakter silat Cikalong, salah satunya adalah Alimuddin.
Petualangan Daja muda belajar silat membawanya hingga ke Jatinegara dan Tenabang di Batavia dan ke Kampung Benteng, Tangerang.
Lalu Djaja Perbata menunaikan ibadah haji, dan sekembali tanah suci ia bernama H Ibrahim. Saat itu, dia berketetapan hati melahirkan ilmu bela diri yang sesuai dengan ajaran tasawuf yang dianutnya.
“Beliau merasa pencak silat yang dipelajarinya kurang sesuai dengan ajaran tasawuf, yang mengajarkan kejahatan harus dibalas dengan kebaikan,” kata H Azis Asy’arie, salah satu ahli waris aliran Cikalong, yang pernah diwawancarai Tempo pada 2007.
Ia lalu melakukan perenungan selama tiga tahun dengan melakukan khalwat (menyendiri) di sebuah gua di Kampung Jilebud, di pinggir Sungai Cikundul Leutik, Cikalong Kulon, Cianjur. Lahirlah aliran pencak silat alias Maenpo Cikalong.
Maenpo Cikalong sampai sekarang masih lestari meskipun peminatnya tak sebanyak di masa lalu. Maenpo akan ditampilkan dalam sebuah acara di UNESCO, dan banyak pihak berharap hal itu menjadi momentum kebangkitan maenpo.
AMAL IHSAN | RISET | TW