TEMPO.CO, Jakarta -Guyana di Amerika Selatan, menawarkan dua pengalaman wisata yang bertolak belakang, tapi sama asyiknya. Di sana kita dibawa menikmati keprimitifan hutan Amazon berikut sungainya, sekaligus kemajuan peradaban manusia berupa peluncuran satelit ke ruang angkasa.
Ruas jalannya yang panjang, sepi, panas, sungai yang membelah kota, dan hamparan hutan di kanan-kiri jalan mengingatkan pada tempat-tempat di Kalimantan Tengah, tempat asal saya .
Guyana, ke negara bekas jajahan Prancis inilah, tiga pekan lalu saya bertandang untuk menyaksikan peluncuran satelit Telkom 3S milik PT Telkom Tbk. Satelit tersebut diberangkatkan dari Guiana Space Center, pusat peluncuran satelit yang dikelola oleh The European Space Agency, The French Space Agency, dan Arianespace.Peluncuran satelit Telkom 3 S, di Guyana (Tempo/LR Baskoro)
Negeri seluas sekitar 83 ribu kilometer persegi (luas Pulau Jawa 126.700 kilometer persegi) ini memang dikenal sebagai tempat peluncuran roket. Dari Guyana saja sudah diluncurkan sekitar 500 satelit atau separuh dari jumlah satelit yang berseliweran di luar angkasa.
Ada aturan penting jika hendak masuk Guyana, yakni harus mendapat vaksin demam kuning. Vaksin ini untuk menangkal virus yang disebarkan nyamuk yang ada di Guyana. Jika menembus kulit, si virus akan menyerang hati, jantung, dan pencernaan. Nah, saat masuk Guyana, kita wajib menunjukkan dokumen yang menerangkan sudah mendapat vaksin demam kuning.
Negara ini diduduki Prancis sejak 1604 dan kemudian silih berganti dijajah Inggris, Belanda, dan Spanyol. Maka tak heran, bahasa sehari-hari sebagian besar penduduknya adalah bahasa Prancis, begitu pula dengan berbagai petunjuk di ruang publik. Sejumlah petugas imigrasi yang saya temui di bandara bahkan tak mengerti bahasa Inggris.
Selanjutnya: Melongok Pulau Iblis