Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jenang, Simbol Kehidupan Masyarakat Jawa

Editor

Pruwanto

image-gnews
Seniman menunjukkan kebolehannya dalam Tari Kolosal Adeging Kutha Sala pada saat puncak HUT kota Surakarta yang ke 272 di kawasan Gladak, Surakarta, Jawa Tengah, 18 Februari 2017. Acara juga dimeriahkan Karnaval Boyong Kedaton yaitu refleksi dan rekonstruksi peristiwa 272 tahun lalu saat Keraton Surakarta berpindah dari Kartasura ke desa Sala. Bram Selo Agung/Tempo
Seniman menunjukkan kebolehannya dalam Tari Kolosal Adeging Kutha Sala pada saat puncak HUT kota Surakarta yang ke 272 di kawasan Gladak, Surakarta, Jawa Tengah, 18 Februari 2017. Acara juga dimeriahkan Karnaval Boyong Kedaton yaitu refleksi dan rekonstruksi peristiwa 272 tahun lalu saat Keraton Surakarta berpindah dari Kartasura ke desa Sala. Bram Selo Agung/Tempo
Iklan

TEMPO.CO, Surakarta - Pesta tradisional masyarakat Solo, Jawa Tengah, berlangsung di koridor Ngarsopuro, ruas jalan depan Pura Mangkunegaran. Ada ribuan orang memadati jalan sepanjang 300 meter itu. Wali Kota hingga tukang becak berbaur di sana. Jumat, 17 Februari 2017, pagi lalu, Kota Solo merayakan Hari Jadi ke-272, dan 17 jenang mewarnai sesajiannya. "Jenang memiliki keistimewaan bagi masyarakat Surakarta," kata pendiri Yayasan Jenang Indonesia, Slamet Raharjo.  

Ada 17 ragam jenang atau bubur yang disajikan sebagai menu khusus peringatan Hari Jadi Kota Solo. Beberapa diantaranya: Jenang Sumsum, Jenang Koloh, Jenang Abrit Pethak, Jenang Saloka, dan Jenang Manggul. Jenang-jenang itu jamak dibuat dan dijual oleh para bakul atau penjual di pasar-pasar Kota Solo dan sekitarnya.

Sebagian jenis jenang itu memang nyaris tak dikenali lagi pada masa kini. Padahal di masa lalu, 17 jenis jenang itu sudah dipakai sebagai sesajian ketika mengantarkan perpindahan Kraton Kartasura ke Keraton Solo. Kraton Kartasura pada masa Pakubuwana II hancur setelah adanya peristiwa geger Pacinan di Betawi yang berimbas ke tanah Jawa. Rusaknya Kraton Kartasura pada pertengahan abad 18 itu dianggap sebagai pratanda hilangnya dasar kraton sebagai pusat kekuasaan. Maka, Pakubuwana II menganggap perlunya dibangun kraton baru. Didirikanlah istana baru itu di desa Sala pada tahun 1745.

Sebelum Kraton Surakarta Hadiningrat berdiri, jenang sudah memiliki kaitan erat dengan kehidupan masyarakat di sana. Maka jamak ditemui sajian utama jenang pada acara kenduri maupun selamatan—mengumpulkan sanak-saudara, tetangga, dan handai taulan, untuk bersama mendoakan agar selamat, seperti acara selamatan bagi bayi dalam kandungan maupun bagi orang dewasa.

Di masa kini, ritual kenduri dan selamatan sudah jarang ditemui di masyarakat Solo. Wajar bila kemudian berbagai jenis jenang tak beragam seperti dulu. Beberapa resto dan pedagang pasar di Solo dan sekitarnya memang masih menjual aneka jenang yang populer. Sebut saja jenang Sungsum—berbahan tepung beras, jenang grendul—berbahan tepung beras ketan, dan jenang ketang ireng—dari beras ketan hitam. 

Jenang Sumsum kerap dihidangkan dengan juruh, kuah yang terbuat dari gula kelapa sebagai pemanis. Nama jenang tersebut berasal dari zat dalam inti tulang sebagai simbol sebuah kekuatan. Hidangan ini wajib disedikan oleh keluarga yang baru saja melangsungkan upacara perkawinan. Biasanya, keluarga membagikan jenang sumsum pada kerabat dan tetangga yang membantu penyelenggaraan pesta perkawinan. Tujuannya agar tenaga warga dan kerabat itu pulih setelah terkuras selama penyelenggaraan pesta.

Adapula jenang yang disajikan hanya pada kejadian atau waktu khusus. Jenang Suran menjadi satu contohnya. Jenang ini hanya tersaji pada selamatan di awal Bulan Sura atau awal Tahun Baru penanggalan Jawa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jenang Procot mungkin sudah asing di telinga sebagaian besar masyarakat Jawa. Jenang yang terbuat dari tepung beras dan pisang ini dibagikan pada acara selamatan menjelang persalinan. Ini menjadi pengharapan supaya nantinya jabang bayi bisa lahir dengan lancar.

Fakta jenang kental bagi budaya masyarakat Jawa bukan isapan jempol. Beberapa tulisan tentang jenang tercatat dalam kitab kuno. Sejarawan dari Universitas Sanata Dharma, Heri Priyatmoko menemukannya dalam Serat Lubdaka karya Empu Tanakung. "Penulis kitab ini hidup di era Kerajaan Kediri atau abad XII," kata dia. Masakan berupa jenang atau bubur telah tercatat dalam kitab itu.

Kitab kuno yang lebih lengkap menulis tentang jenang adalah Serat Tatacara yang ditulis Ki Padmasusastra sekitar tahun 1893. Menurut Heri, kitab itu mendokumentasikan jenis jenang, bahan hingga penggunaannya dalam tradisi masyarakat.

Sedangkan sejarawan dari Universitas Sebelas Maret, Tundjung Sutirto mengatakan ada hal yang menarik pada penyajian jenang dalam budaya Jawa. “Jenang selalu tersaji dalam upacara maupun selamatan,” kata dia.

Amat sangat jarang ada sajian jenang pada upacara kematian maupun peringatan kematian di Jawa. Karena itu, Tundjung menyimpulkan jenang sebagai simbol sebuah kehidupan.

AHMAD RAFIQ

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


5 Tips Hemat Biaya saat Menonton Konser di Luar Negeri

3 hari lalu

Jewel di Bandara Changi, Singapura. (foto: Jiachen Lin)
5 Tips Hemat Biaya saat Menonton Konser di Luar Negeri

Ada beberapa tips untuk menghemat biaya saat menonton konser di luar negeri


7 Rekomendasi Tempat Kuliner Ramadhan di Bandung yang Kekinian

7 hari lalu

Sudirman Street Food, Bandung. Kuliner malam di Bandung. FOTO/Instagram/sudirmanstreetfood_bandung
7 Rekomendasi Tempat Kuliner Ramadhan di Bandung yang Kekinian

Berikut rekomendasi kuliner Ramadhan di Bandung yang populer dan kekinian. Ada banyak makanan yang bisa dibeli, mulai dari gorengan hingga kolak.


7 Tempat Kuliner Ramadhan di Jakarta yang Ramai dan Lengkap

9 hari lalu

Aktivitas jual beli jajanan di lapak pedagang Bazaar Takjil Ramadhan Benhil di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2024. Pedagang musiman di kawasan Bendungan Hilir ini, menjadi salah satu tempat tujuan warga maupun pekerja kantoran untuk berburu makanan takjil buka puasa di bulan Ramadan. TEMPO/ Febri Angga Palguna
7 Tempat Kuliner Ramadhan di Jakarta yang Ramai dan Lengkap

Ada banyak tempat kuliner Ramadhan di Jakarta yang bisa Anda coba. Seperti kawasan Benhil, Pasar Santa, Blok M, hingga Jalan Sabang.


Lamang Tapai Kuliner Khas Minangkabau Bukan Sekadar Makanan, Ini Filosofinya

11 hari lalu

Lamang Tapai. TEMPO/Febri Yanti
Lamang Tapai Kuliner Khas Minangkabau Bukan Sekadar Makanan, Ini Filosofinya

Walau terdengar tidak biasa, memadukan Lemang dengan tapai ketan cukup populer di Sumatra Barat. Penganan ini disebut Lamang Tapai.


Djakarta Ramadan Fair 2024 Dibuka, Warga Ibu Kota Bisa Jajan Takjil hingga Kerajinan

11 hari lalu

Djakarta Ramadhan Fair 2024  di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, dibuka 15-20 Maret 2024. (Kemenparekraf)
Djakarta Ramadan Fair 2024 Dibuka, Warga Ibu Kota Bisa Jajan Takjil hingga Kerajinan

Djakarta Ramadan Fair 2024 menawarkan kuliner dan produk Ramadan, digelar 15-20 Maret 2024.


Studi Peminum Ciu di Surakarta, Mayoritas Islam Abangan

13 hari lalu

Pekerja melakukan uji rasa saat pembuatan arak iwak arumery yang menjadi suvenir dalam side event atau acara sampingan G20 Bali di Denpasar, Bali, Jumat 9 September 2022 Minuman beralkohol tradisional khas Bali berbahan dasar buah lontar dan kelapa yang dicampur dengan rempah-rempah dan buah-buahan untuk memberikan citarasa tersebut sebagai suvenir bagi delegasi saat side event G20 di Bali pada bulan Agustus 2022. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Studi Peminum Ciu di Surakarta, Mayoritas Islam Abangan

Pemilik pabrik ciu di Surakarta bahkan didapati sudah menjalani ibadah Haji.


Merayakan Ramadan Bersama Aryaduta Menteng: Pengalaman Kuliner Tak Terlupakan

16 hari lalu

Hidangan Ramadan Aryaduta Menteng
Merayakan Ramadan Bersama Aryaduta Menteng: Pengalaman Kuliner Tak Terlupakan

Aryaduta Menteng menghadirkan serangkaian pengalaman kuliner Ramadan yang menggugah selera di tiga restorannya yang berbeda


Warung Blayag Mek Sambru yang Legendaris di Bali, Ada Sejak 1967

18 hari lalu

Warung Blayag Mek Sambru (karangasemkab.go.id)
Warung Blayag Mek Sambru yang Legendaris di Bali, Ada Sejak 1967

Warung blayag kaki lima ini telah ada selama 57 tahun dan berhasil mendapat dua sertifikat nasional berkat konsistensinya.


Pertumbuhan Industri Kuliner Semakin Pesat, Intip Rahasia Kue Mengembang Sempurna

18 hari lalu

Ilustrasi adonan kue. Foto: Freepik.com/Azerbaijan_Stockers
Pertumbuhan Industri Kuliner Semakin Pesat, Intip Rahasia Kue Mengembang Sempurna

Pesatnya pertumbuhan ini tak lepas dari masifnya penggunaan media sosial yang mendorong munculnya tren-tren kuliner kekinian.


Mengenal Blayag, Ketupat ala Bali dengan 15 Lauk

18 hari lalu

Blayag, ketupat ala Bali dengan 15 lauk (denpasarkota.go.id)
Mengenal Blayag, Ketupat ala Bali dengan 15 Lauk

Selain untuk dikonsumsi sehari-hari, blayag yang mirip ketupat ini sering digunakan pada upacara adat.