TEMPO.CO, Klungkung - Nusa Penida merupakan nama kecamatan yang menaungi tiga pulau, yaitu Nusa Penida, Lembongan dan Ceningan. Pulau yang masuk kawasan Kabupaten Klungkung, Bali ini memiliki kain khas, yakni kain rangrang.
Pengrajin sekaligus pengusaha kain Rangrang, Ni Luh Nusantari, 42 tahun, dari Dusun Karang, Desa Pejukutan mengatakan pada zaman dahulu kain rangrang hanya digunakan untuk kegiatan persembahyangan dan upacara adat. Namun, kata dia, saat ini kain Rangrang juga banyak dipakai untuk fashion.
Baca Juga:
"Sekarang sering dibuat kemeja, tas, dompet, udeng (destar), dan sepatu," katanya kepada Tempo di Banjar Nyuh, Desa Ped saat acara Nusa Penida Festival, Sabtu, 8 Oktober 2016.
Nusantari menjelaskan nama kain rangrang merujuk pada bentuk kain yang terdapat banyak lubang-lubang berjarak. "Lubang disesuaikan dengan motif. Dulu disebutnya cerik (selendang) bolong," ujarnya.
Menurut dia, dahulu bahan yang digunakan untuk membuat kain rangrang adalah benang kapas. Namun, berkembangannya zaman dan perkembangan bisnis kain rangrang, sekarang ada tiga jenis bahan kain Rangrang. "Ada bahan rayon, metris (katun), dan sutra. Sutra yang paling mahal," tuturnya.
Ia menjelaskan untuk pewarnaan kain saat ini menggunakan dua bahan, yaitu pewarna sintetis, dan saripati tumbuh-tumbuhan. "Warna alami dari kulit kayu, akar, dan daunnya," katanya. "Kulit pohon mangga untuk pewarna kuning, daun jati pewarna hijau, kayu cang pewarna merah."
Perempuan yang sudah berbisnis kain Rangrang dari tahun 2010 itu menuturkan perbedaan warna alami dan sintetis sangat mudah dibedakan. Nusantari menjelaskan bahwa pewarna sintetis memunculkan warna yang sangat mencolok. Sedangkan, yang bahan alami tampilan warnanya lembut tidak terlalu tebal. "Turis Jepang dan Cina suka pewarna alami karena tidak menimbulkan alergi," tuturnya.
Nusantari mengatakan harga kain rangrang pewarna sintetis untuk ukuran selendang dan sarung bervariasi dari Rp 200 ribu sampai Rp 400 ribu. Sedangkan yang menggunakan pewarna alami berkisar Rp 800 ribu sampai Rp 1,5 juta. "Itu disesuaikan bahan kain yang digunakan paling mahal, bahan sutra."
Menurut dia kain rangrang banyak berasal dari timur Nusa Penida. Namun, kata Nusantari, karena kain rangrang semakin diminati wisatawan, kini banyak warga Nusa Penida yang menggeluti tenun kain Rangrang.
"Pesanan kain Rangrang yang saya jual sampai ke luar daerah, pesanan sampai Jakarta dan Surabaya," katanya. Ia menuturkan di hari kedua ia berjualan di Nusa Penida Festival (NPF) 2016 kain rangrang yang ia jual sudah terjual 20 potong.
"Ukuran selendang dan sarung dari pewarna alami dan sintetis. Tapi yang laku banyak yang sintetis, karena harganya lebih terjangkau," tuturnya.
Nusantari mengatakan harga untuk kain yang berwarna sintetis dan alami sangat berbeda. Hal tersebut karena proses dan bahan baku. "Pewarna alami mudah didapat karena Nusa Penida masih banyak hutan, tapi prosesnya yang berulang-ulang bisa sampai seminggu," ujarnya.
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan saat ini kain rangrang belum mempunyai hak paten. "Itu yang sedang kami usahakan, saya akan kumpulkan para pengrajin dulu. Target kami 2017 awal sudah selesai, bahkan kalau bisa akhir tahun ini," katanya.
Menurut dia, hak paten perlu segera dibuat, karena belakangan ini semakin banyak produksi kain yang menyerupai rangrang. "Banyak plagiat, kain yang motifnya sama lalu dibilang rangrang," ujarnya.
BRAM SETIAWAN