TEMPO.CO, Boyolali - Ribuan warga dari sebelas dukuh di Desa Senden, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, menggelar ritual Tungguk Tembakau pada Rabu, 3 Agustus 2016. “Tungguk itu artinya memetik. Ritual ini sebagai wujud syukur para petani tembakau sebelum memulai panen,” kata Ketua RT 3 RW 2 Dukuh Gunungsari, Yoto Waluyo.
Ritual Tungguk Tembakau sudah menjadi tradisi turun temurun para petani di lereng Gunung Merbabu wilayah Boyolali. Yoto mengatakan, ritual ini biasanya dilakukan para petani secara individu dengan memotong seekor ayam kampung untuk dimakan bersama keluarganya setelah didoakan di makam petilasan Gunungsari.
Ada pun tahun ini, berkat kolaborasi Sivitas Akademika Universitas Indonesia dengan masyarakat Desa Senden, ritual Tungguk Tembakau dilaksanakan serentak. Ritual tersebut sekaligus sebagai pembuka Pekan Budaya Boyolali yang berlangsung hingga Jumat, 5 Agustus. Pekan budaya itu didukung Pemerintah Kabupaten Boyolali dan Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Dengan digelar serentak, ritual Tungguk Tembakau menjadi jauh lebih meriah dan mampu menyedot wisatawan dari berbagai daerah. “Ritual semacam ini perlu dilestarikan sebagai pranata sosial yang dapat menumbuhkan harmoni dalam masyarakat,” kata Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan, Sri Hartini.
Ritual yang berlangsung sejak pukul 09.00 itu diawali dengan kirab bermacam sajen dari jalan utama desa menuju makam petilasan Gunungsari. Setelah berjalan kaki menempuh jarak sekitar dua kilometer dengan kemiringan hampir 45 derajat, para peserta kirab kemudian duduk bersila dan berdoa bersama.
Dalam doa yang dilafalkan dengan bahasa Jawa, para petani tembakau itu berharap agar hasil panen mereka tetap melimpah meski masa tanam pada tahun ini bertepatan dengan cuaca kemarau basah. Setelah berdoa, para petani tembakau itu kemudian menyantap sesaji berupa ayam kampung, nasi tumpeng, dan sayur-sayuran, di pelataran makam.
Seusai ritual, para petani tembakau itu dihibur oleh pementasan kesenian tradisional Jathilan dari Paguyuban Budi Suko Rahayu, Dukuh Sengon, Desa Senden. “Para penari jathilan ini semuanya juga petani tembakau,” kata Temin, 42 tahun, salah satu penari yang memerankan tokoh Raja.
Menurut Temin, musim hujan yang berkepanjangan pada tahun ini berdampak pada menyusutnya bobot daun tembakau setelah dirajang. “Tahun lalu, saat kondisi cuaca normal, satu kuintal daun tembakau bisa menghasilkan sekitar 17 - 20 kilogram rajangan kering. Panen kali ini diprediksi menyusut jadi 12 – 13 kilogram rajangan kering per kuintal daun tembakau,” kata Temin.
DINDA LEO LISTY