TEMPO.CO, Trenggalek – Ribuan warga Kabupaten Trenggalek tumpah ruah di sepanjang jalan menyambut peringatan Lebaran ketupat. Lebaran ini bahkan jauh lebih meriah dibanding Idul Fitri mengikuti jejak Mbah Mesir, sang sesepuh desa.
Sejak Selasa malam, 12 Juli 2016, ribuan warga berdesak-desakan di sepanjang jalan protokol ataupun jalan desa di Kabupaten Trenggalek. Pusat keramaian berada di Kecamatan Durenan, yang menjadi cikal-bakal lahirnya tradisi Lebaran ketupat sejak lahirnya kabupaten ini.
Diawali salat duha berjemaah di tiap-tiap masjid dan musala, jemaah menggelar tahlil dan tumpengan dengan sajian lengkap nasi lodho dan ayam kampung. Setelah bersantap bersama, masyarakat pulang ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan ruang tamu. Alih-alih menyediakan kue dan jajanan Lebaran, seluruh warga kompak mengisi meja tamu mereka dengan ketupat, opor ayam, sambal goreng kentang, kacang lotho, dan bubuk kedelai.
Sedangkan di saat bersamaan, ratusan warga dan santri berbaur di halaman Pondok Pesantren Babul Ulum. Di pondok pimpinan Kiai Haji Abdul Fatah Muin itu, sebuah tumpeng raksasa siap diarak keliling desa untuk diperebutkan warga. Mereka menyebutnya dengan ngalap berkah, yakni sebuah kepercayaan mendapat keberkahan ketika memakan bagian tumpeng.
Gelombang massa yang masuk ke wilayah Kabupaten Trenggalek, khususnya Kecamatan Durenan, nyaris tak terbendung usai keriuhan arak-arakan tumpeng. Masyarakat dari berbagai kota berebut masuk demi menyaksikan Lebaran ketupat yang hanya ada di Trenggalek. Namun, tak sedikit dari mereka yang ingin sekedar mencicipi sajian ketupat yang disediakan bebas di tiap-tiap rumah. Tak ada satupun pintu rumah yang tertutup pada hari ini demi menerima kedatangan tamu.
“Baik kenal atau tidak, pemilik rumah wajib mempersilahkan tamunya makan ketupat,” kata Izudin, keluarga pengasuh Pondok Pesantren Babul Ulum, yang merupakan turunan kelima Mbah Mesir, saat ditemui Tempo di rumahnya, Rabu, 13 Juli 2016.
Dia mengisahkan, tradisi Lebaran ketupat ini jauh lebih meriah dibandingkan Lebaran Idul Fitri satu pekan lalu. Pada Idul Fitri, masyarakat Trenggalek justru pulang ke rumah masing-masing atau pergi ke luar kota setelah mengikuti salat id. Namun, memasuki dua hari menjelang Lebaran ketupat, mereka pulang ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan perayaan Lebaran ketupat. Jadi praktis suasana Lebaran ketupat ini jauh lebih meriah dibanding Idul Fitri karena dihadiri sanak keluarga dan masyarakat dari berbagai kota.
Izudin menjelaskan, Lebaran ketupat ini merupakan tradisi yang diteruskan masyarakat dari almarhum Mbah Mesir, pendiri Pondok Pesantren Babul Ulum. Konon Mbah Mesir justru berada di Pendopo mendampingi Adipati Trenggalek seusai salat id untuk menggelar open house. Jadi dia sendiri tak bisa menerima tamu di hari Lebaran sehingga masyarakat memaknainya tak ada kegiatan lanjutan seusai salat id. Mbah Mesir justru membuka rumahnya untuk masyarakat sekitar tujuh hari seelah Lebaran, sekaligus menyediakan ketupat kepada tamunya. “Masyarakat mengikutinya sebagai peringatan Lebaran,” tuturnya.
Bukan hanya keluarga pondok, seluruh warga di Kecamatan Durenan melakukan hal yang sama. Mereka ramai-ramai menyediakan ketupat di hari itu untuk menerima kedatangan tamu. Dan, setelah Pemerintah Kabupaten Trenggalek di bawah kepemimpinan Bupati Emil Elestianto Dardak saat ini, kegiatan Lebaran ketupat diambil sebagai program pariwisata pemerintah dan dilaksanakan di seluruh wilayah Trenggalek.
Keputusan ini diambil setelah melihat banyaknya masyarakat dari luar kota yang datang ke Trenggalek demi menyaksikan perayaan ini. Hal itu terlihat dari penuh sesaknya seluruh ruas jalan di Trenggalek sejak pagi tadi hingga memaksa polisi melakukan rekayasa buka-tutup jalan. Bahkan jalur utama Trenggalek-Surabaya sempat dialihkan sehingga kepadatan masyarakat berkurang.
“Ke depan, pemerintah akan membuat festival ketupat dan menjadikannya program unggulan pariwisata,” kata Wakil Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin saat berkunjung ke Pondok Pesantren Babul Ulum.
Lantas, berapa ketupat yang disediakan di tiap-tiap rumah untuk menjamu pengunjung ini? Sejumlah warga mengaku membuat 10 kilogram beras untuk dijadikan 250 potong ketupat. Mereka tak membatasi siapa pun yang datang hingga persediaan ketupat di rumahnya tandas.
HARI TRI WASONO