TEMPO.CO, Probolinggo - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Probolinggo Digdoyo Djamaluddin mengatakan wisatawan asal Prancis mendominasi angka kunjungan wisatawan mancanegara di Gunung Bromo dalam sebulan terakhir ini. Kendati Bromo mengalami erupsi, masih ada puluhan wisatawan asing yang datang berkunjung ke Gunung Bromo.
Menurut Digdoyo, saban hari minimal 20-an wisatawan asing mengunjungi Bromo dan menginap di sejumlah hotel di kawasan Tengger, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Dari 20-an wisatawan itu, minimal 10 orang di antaranya berasal dari Prancis. "Bagi mereka, Bromo lebih eksotis saat mengeluarkan kepulan asap seperti saat ini," kata Digdoyo. Ditambah lagi dengan suara bergemuruh dari dalam kawah Bromo.
"Bagi mereka, itu suara alam yang layak dinikmati," kata Digdoyo tertawa setengah bergurau. Bagaimana cara wisatawan asing menikmati fenomena langka ini? Yoyo mengatakan, di pinggiran kaldera Bromo, para wisatawan dapat menikmati fenomena langka ini sembari minum kopi dan mengobrol. Ada tiga hotel di pinggir kaldera dan memiliki pelataran yang memadai dengan posisi lebih tinggi dari puncak Bromo.
Selain itu, jarak hotel tersebut masih dalam radius aman dari dampak erupsi Bromo. Pada malam hari, ketika cuaca sedang tidak hujan, wisatawan asing ini menongkrong di pelataran hotel sambil menunggu dan berharap pemandangan lontaran lava pijar dari kawah Bromo. Para wisatawan juga bisa menuju Seruni Point yang berada di Desa Ngadisari, sekitar 3 kilometer dari pusat desa.
Dari Seruni Point, turis asing menikmati pemandangan matahari terbit. "Ini titik yang paling ramai dikunjungi," kata Digdoyo. Sekitar pukul 04.00 WIB hingga pukul 06.00 WIB, titik ini menjadi yang paling padat dikunjungi wisatawan. Digdoyo mengatakan erupsi Bromo memang sangat berdampak pada kunjungan wisata. "Namun setiap awal-awal tahun memang masa low season," katanya.
Penurunan angka yang sangat terasa adalah kunjungan wisatawan domestik. Kerugian yang diderita industri pariwisata mencapai miliaran rupiah. Kendati demikian, para pelaku industri pariwisata Bromo menolak berkeluh kesah dengan kondisi ini. "Percuma juga berkeluh kesah. Tidak ada yang bisa mengganti kerugian," kata Digdoyo yang bertekad untuk terus mempromosikan fenomena langka erupsi Bromo ini.
DAVID PRIYASIDHARTA