TEMPO.CO, Yogyakarta - Ribuan warga mengikuti ritual topo bisu pada malam tahun baru Jawa 1 Suro di halaman Keben Bangsal Ponconiti Keraton Yogyakarta, Rabu, 14 Oktober 2015.
Panitia Mubeng Beteng Keraton Kanjeng Raden Tumenggung Wijoyo Pamungkas menuturkan sekitar 2.000 warga ikut prosesi yang digelar paguyuban abdi dalem keraton itu. Sebanyak seribu orang berasal dari unsur abdi dalem dan sisanya masyarakat.
Dalam prosesi yang mulai digelar pukul 21.30 WIB itu, sejumlah abdi dan kerabat keraton Yogyakarta duduk lesehan di depan pintu gerbang keraton dengan berbalut pakaian adat lengkap.
Sejumlah kerabat keraton tampak hadir, seperti adik Sultan Hamengku Buwono X, yakni Gusti Bendoro Pangeran Hario (GBPH) Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat. Adapun dari keluarga HB X terlihat menantu dari putri ketiga, Kanjeng Pangeran Hario Purbodiningrat.
Prosesi pertama dilakukan dengan pelantunan tembang-tembang Macapat tanpa instrumen dan doa-doa selama kurang lebih satu jam hingga pukul 22.30 WIB.
Prosesi dilanjutkan dengan makan bersama sego gurih yang dibagikan pihak panitia mubeng beteng kepada ribuan warga. Sego gurih ini ditempatkan pada mangkuk kertas kecil berisi nasi gurih, sambal goreng, potongan ayam, telur puyuh, dan serundeng.
Usai makan bersama, pihak keraton diwakili GBPH Prabukusumo memberikan pangandikan atau petuah pengantar sebelum topo bisu dimulai tepat jam 00.00 atau saat lonceng keraton berbunyi tengah malam.
"Semoga saudara sekalian beserta keluarga senantiasa diberi keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan di tahun yang baru ini," ujar Prabukusumo.
Arak-arakan topo bisu mubeng ini dimulai dengan keluarnya belasan prajurit bregada keraton membawa bendera keraton.
Seorang warga peserta ritual mubeng beteng, Pujianto, 52 tahun, asal Cilacap, Jawa Tengah, mengatakan telah mengikuti ritual topo bisu 1992. Setiap malam 1 Suro, ia menyempatkan diri untuk datang ke Yogyakarta. "Insya Allah selalu terberkahi dalam kehidupan, pekerjaan, dan keluarga," ujar Pujianto yang kali ini mengajak istri dan cucunya.
Pujianto yang seorang petani itu menuturkan berkah yang diperoleh setelah mengikuti prosesi itu tak lain kelancaran berbagai hal. "Panen lancar, keluarga bahagia dan sehat, itu berkah," ujarnya.
Lain halnya dengan Jayus, 48 tahun, warga Karangjati, Ngawi, Jawa Timur. Ia dan istrinya ingin ngalap berkah. "Agar diberi kesalamatan dan kebahagiaan menjalani hidup," ujar Jayus, yang berprofesi sebagai petani.
PRIBADI WICAKSONO