TEMPO.CO, Yogyakarta--Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta mulai tahun 2013 ini mulai menggarap tujuan wisata baru berbasis lingkungan (eko-wisata) di komplek Hutan Adat Wonosadi Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul.
Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Kabupaten Gunung Kidul Birowo Edhie kepada Tempo menuturkan salah satu nilai jual dari hutan seluas 25 hektare tersebut tak lain kekayaan flora dan faunanya yang sebagain sudah tergolong langka.
"Kami siapkan hutan ini jadi kawasan eko wisata, agar tidak ada potensi perusakan di masa dating baik oleh orang luar maupun dari masyarakat lokal sendiri," kata Birowo Ahad (6/10).
Hutan Wonosadi sendiri lanjut Edhie saat ini telah tercatat sebagai kawasan hutan konservasi. Artinya seluruh flora dan fauna yang ada di hutan itu sudah dipastikan dilindungi dan dilarang keras untuk diburu, dibawa keluar hutan, dan kepentingan lain yang sifatnya komersial.
Edhie mengungkapkan hewan yang terancam punah seperti misalnya Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) pun ada di hutan ini. Jumlahnya diperkirakan ada sekitar lima ekor dan telah bersarang lama di hutan ini. Awal pekan lalu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta pun kembali melepas seekor elang brontok jantan untuk menjadi penghuni hutan tersebut.
Edhie mengungkapkan, selain elang ada juga spesies lain seperti alap-alap, ular, dan belalang merah. Sedangkan untuk flora terdapat Asam Jawa tua dengan usia lebih dari 200 tahun, bunga bangkai ( Amorphophallus Titanum) putih serta anggrek tanah. "Tanaman dan satwa itu semua masih terjaga habitatnya denan baik dan itu modal utama pelestarian," kata dia.
Untuk menyiapkan kawasan eko wisata di Wonosadi ini, saat ini pemerintah kabupaten sedang berkoordinasi dengan pemerintah provinsi menyusun masterplan. "Yang jelas kami meminta agar hutan itu tak ada bangunan atau sarana dan prasaran yang dapat mengganggu fungsi hutan, tapi lebih ke pemberdayaan masyarakat sekitar," kata Edhie.
Edhi menambahkan rencananya kawasan eko wisata Wonosadi ini sudah bisa dilaunching pada dua atau tiga tahun mendatang seiring kesiapan masyarakat sekitar.
Saat ini, pengelolaan huta itu sendiri ditangani oleh pemerintah yang dibantu satu kelompok adat sekitar. Kelompok masyarakat ini menjadi pengawas langsung pelestarian hutan Wonosadi.
"Untuk pengawasan seperti menjaga pohon tak ditebang dan satwa tak diburu sebenarnya sudah berjalan, namun untuk wawasan soal eko wisata belum pernah tersentuh," kata dia.
Dengan memberdayakan masyarakat sekitar mengenai konsep eko wisata, kata Edhie, masyarakat lebih memahami sisi alamiah hutan. Seperti pengetahuan floa dan fauna yang langka sehingga dapat memberi penjelasan saat ada wisatawan datang.
"Dengan tahu apa yang mereka jaga, harapannya pelestarian ini juga semakin professional dan mensejahterakan masyarakat sekitar itu sendiri," kata dia.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Gunung Kidul Sujarwo mengungkapkan, wisata khusus saat ini memang tengah digarap secara massif oleh pemerintah setempat. Namun konsepnya menggunakan model dari bawah ke atas, yakni mulai dari pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat sekitar lokasi. Seperti yang sudah dilakukan sukses di kawasan Gua Pindul yang kini pertahunnya bisa meraup pendaatan hingga hampir Rp 3 miliar. Jika masyarakat sudah kuat fondasina mengelola wisata, pemerintah kabupaten baru menguatkan pengelolaan itu seperti dama bentuk regulasi yang mendukung.
PRIBADI WICAKSONO
Baca juga:
Menikmati Kuliner Serba Madu di Panti Kartini
Ada Festival Tengkleng di Solo
Kopi Minang Solok, Kopi dengan Aroma Rempah
Toilet Terbersih Bandara Sultan Syarif, Pekan Baru