TEMPO.CO, Yogyakarta - Ritual rutin tahunan budaya leluhur keluarga Kadipaten Pakualaman, yang disebut upacara adat Hajad Dalem Labuhan Kadipaten Pakualaman, tahun ini tak dihadiri keluarga kubu Kanjeng Pangeran Haryo Anglingkusumo. Mayoritas keluarga yang hadir adalah kerabat Sri Paduka Paku Alam IX. Pelaksanaan labuhan rutin tersebut bertepatan dengan 10 Suro di Pantai Glagah, Kabupaten Kulonprogo, Sabtu, 24 November 2012.
“Kami sudah mengundang sedherek Dalem. Tapi, sampai saat ini, belum datang,” kata keluarga Paku Alam IX, Roy Suryo, saat ditemui seusai labuhan di Pantai Glagah. Meskipun sama-sama kerabat pakualaman, kedua kubu tersebut berseteru. Bahkan Anglingkusumo telah mengangkat diri sebagai Paku Alam IX yang sah. Dia juga telah membentuk kabinet baru di Gedhong Purworetno pada 2 September lalu.
Menurut Roy, dalam ritual serupa pada tahun sebelumnya, keluarga Anglingkusumo juga tidak hadir, meskipun sudah ada satu-dua kerabatnya yang hadir. “Seiring berjalannya waktu, kami ingin keluarga besar ini bersatu kembali,” kata Roy.
Anglingkusumo, saat dihubungi Tempo, menolak dimintai konfirmasi. Alasannya adalah karena dia tengah mengemudi dalam perjalanan di luar kota. “Ya, karena sibuk, makanya tidak datang,” kata Anglingkusumo singkat, Ahad, 25 November 2012.
Beberapa tokoh pendukung keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta turut hadir dalam ritual labuhan tersebut. Mereka mengenakan baju adat peranakan warna biru muda dan kain jarit, lengkap dengan blangkonnya. Mereka antara lain Ki Demang dan Ketua Paguyuban Dukuh DIY “Semar Sembogo” Sukiman Hadi Wijoyo. “Saya selalu ikut tiap tahun. Bahkan saya juga mengirim pasukan bergada Ismo Kuncoro dari Sleman,” kata Sukiman.
Prosesi labuhan dimulai dari pesanggrahan Puro Pakualaman, yang berada di dekat pintu masuk menuju Pantai Glagah. Rombongan yang melakukan labuhan terdiri atas beberapa barisan, yakni keluarga keraton Puro Pakualaman, juru kunci Puro Pakualaman, Prajurit Lombok Abang, Prajurit Plangkir, serta masyarakat umum.
Ada tiga gunungan yang dipanggul, yaitu berupa gunungan buah dan umbi-umbian, gunungan padi, juga gunungan berupa selendang pakaian bekas yang dikenakan Paku Alam IX. Pakaian bekas dibungkus dengan kain mori. Ketiga gunungan tersebut dilarungkan di pantai. “Juga ada potongan rambut dan potongan kuku PA IX,” kata anggota panitia labuhan, Sastro Dirjo.
Tujuan labuhan tersebut adalah memanjatkan doa dan harapan agar keraton dan puro, sebagai satu kesatuan bersama masyarakat DIY, mendapatkan karunia, ketenteraman, dan berkah yang lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa.
PITO AGUSTIN RUDIANA