TEMPO.CO , Bantul, DIY: Rombongan wisata seni dan budaya dari sejumlah sekolah ternyata memberi harapan baru bagi banyak perajin batik tulis di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Bantul.
Nur Ahmadi, Ketua Paguyuban Perajin Batik Giriloyo Desa Wukirsari, mengatakan banyak efek positif bagi kesejahteraan perajin batik ketika siswa sekolah dan rombongan wisatawan mulai sering menyambangi desanya. "Setiap rombongan pasti ikut belajar membatik. Ini membuat mereka tak kaget ketika membeli kain batik tulis yang harga termurahnya bisa ratusan ribu rupiah per meter," kata dia pada Selasa, 2 Oktober 2012.
Menurut Ahmadi, sejak paguyuban perajin batik tulis Desa Wukirsari, yang merupakan gabungan 12 kelompok perajin, mulai memakai media promosi website dan media sosial pada awal 2011, tingkat kunjungan wisatawan yang berniat belajar membatik ke kawasan itu melonjak. Pada periode 2010 hingga 2011 ada 7.000 orang, yang sebagian besar siswa sekolah, tercatat mengunjungi Wukirsari. "Pada 2012, jumlahnya jauh lebih banyak, tapi belum kami catat," ujar dia.
Sejumlah sekolah juga menjadikan Wukirsari sebagai langganan tetap untuk kunjungan wisata seni setiap tahun. Sekolah di bawah Yayasan Al-Azhar Jakarta adalah salah satunya. "Setahun terakhir, minim setiap bulan ada tiga kali kunjungan siswa sekolah. Kalau liburan bisa lebih banyak," kata dia.
Ahmadi menilai, kunjungan siswa sekolah memiliki efek positif berlipat bagi perajin. Wisata khusus pada seni mengoleskan canting itu tak hanya bisa menjadi edukasi bagi konsumen batik tulis di masa depan, tapi juga mulai mendorong banyak sekolah memesan seragam batik ke perajin.
"Rata-rata pesan kain kombinasi batik cap dan tulis. Tempat saya (kelompok perajin batik Sekar Arum Wukirsari) misalnya, bulan ini menerima pesanan dari dua SD dan dua SMA di Bantul," ujar dia.
Selain itu, perajin juga ketiban rejeki baru saat banyak sekolah mulai tertarik membuka ekstra kurikuler membatik. Di setiap kelompok perajin, bisa ada 5 hingga 10 perajin yang menjadi guru ekstrakurikuler membatik.
Hingga kini, menurut Ahmadi, terdapat 600 keluarga di Desa Wukirsari yang menekuni usaha membatik cap maupun tulis. Rata-rata, dalam satu keluarga ada dua perajin yang aktif membatik. "Hitungan kasar kami, ada 1.200 perajin di Wukirsari karena hampir semua remaja putri di keluarga perajin terlibat membantu orang tuanya," ujar dia.
Demam batik kini juga mulai menjalar di kalangan kampus. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Pada Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2012, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik UNY mengampanyekan gerakan 'Cinta Indonesia, Cinta Batik'.
Mereka mengajak semua mahasiswa dan kalangan Dekanat Fakultas Teknik UNY mengenakan baju batik pada saat perkuliahan. Menurut dia, kampanye ini bisa membantu kampanye gerakan pelestarian warisan pusaka. "Kami ingin berbaju batik jadi trend setter di kalangan mahasiswa," kata Thoriq, Ketua BEM Fakultas Teknik UNY.
Sayangnya, tak ada perayaan apapun di Desa Wukirsari saat Hari Batik Nasional mendapat sambutan di kota-kota besar. Mayoritas perajin, bekerja seperti biasa di pelataran rumah masing-masing. "Bulan ini kami malah tidak ada rencana agenda. Hanya beberapa jadwal kunjungan wisatawan saja di pertengahan dan akhir bulan," kata Ahmadi.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Terpopuler:
Menguasai Empat Istana di Seoul
Situs Gunung Padang Butuh Tempat Sampah
Pia Bulan Ini Harganya Jutaan Rupiah
Santika Kembangkan Hotel di Singapura
Kuliner Bali Belum Populer di Hotel