Penolakan sejumlah organisasi Islam atas Kongres Konghucu di Medan pada akhir Juni lalu bukan hanya tak patut. Penolakan itu juga menunjukkan bahwa ada sebagian umat Islam yang pikun. Mereka lupa bahwa hubungan antara umat Islam dan Konghucu sudah berlangsung lama. Bahkan umat Konghucu punya andil yang cukup besar dalam perkembangan Islam di Sumatera Utara.
Salah satu buktinya adalah Masjid Raya Medan yang berjarak hanya 200 meter dari Istana Maimun. Salah satu penyumbang pembangunan masjid pada 1906-1909 itu adalah seorang Tionghoa yang beragama Konghucu. Namanya Tjong A Fie (1860-1921). Kapiten Tionghoa ini menyumbang sepertiga dari dana pembangunan masjid tersebut.
Pria kelahiran Guangdong ini adalah pengusaha yang membangun bisnis perkebunan di Sumatera dengan 10 ribu karyawan. Kesuksesannya ini membuatnya dekat dengan sejumlah pemimpin Belanda atau pribumi, termasuk Sultan Deli Makmun Al Rasjid. Di rumahnya di Jalan Ahmad Yani, Medan, kita kini bisa melihat foto sejumlah bangsawan Deli yang diundang ke rumah itu dalam perayaan Idul Fitri.
Rumah itu dibangun pada 1900, tepat bersebelahan dengan rumah abang Tjong A Fie, Tjong Yong Hian, yang kini telah menjadi ruko milik orang India. Di rumah mewah dua lantai yang dilengkapi ballroom itu kita juga bisa membaca wasiat Tjong kepada keturunannya. Ia minta agar hartanya disumbangkan untuk kepentingan pendidikan pemuda berbakat dan juga kepada orang-orang yang memerlukan tanpa memandang etnis.
Semasa hidupnya, Tjong memang penyumbang besar untuk banyak agama. Sebelum menyumbang Masjid Raya, Tjong juga menyumbang pembangunan sejumlah masjid tua di Sipirok, Gereja Katolik Santo Yoseph di Jalan Doktor Mansur, juga sejumlah vihara seperti Vihara Bodhi di Jalan Irian Barat, Medan.
Tjong A Fie adalah simbol kerukunan antarumat beragama yang seharusnya diteladani, bukan dilupakan.
QARIS TAJUDIN