TEMPO.CO , Padang - Pagi-pagi aktivitas di kawasan Muaro, Pantai Padang, mulai menggeliat, terutama kesibukan di belasan warung-warung kecil yang menjual telur penyu di tepi jalan di Pantai Padang. Telur penyu hijau ukuran bola pingpong terlihat mencolok ditempatkan dalam kantong plastik transparan dalam onggokan yang tinggi di meja warung.
Salah seorang pedagang telur penyu, Deswati, terlihat merebus ramuan, Ahad, 18 Maret 2012. Ramuan itu berisi daun pandan, daun jeruk purut, dan daun kunyit dengan sedikit air di atas kompor minyak tanah. Tangan Deswati cekatan sambil memasukkan tiga butir telur penyu hijau ke dalam panci.
Baca Juga:
“Ini untuk pelanggan yang sebentar lagi datang, habis olah raga pagi, “ katanya. Satu telur penyu yang sudah diolah itu dibanderol Rp 7.000. “Ukuran telurnya sekarang sudah kecil-kecil dan tidak lagi banyak seperti dulu. Jadi harganya mahal. Kalau dulu satu butir harganya Rp 4.000 sampai Rp 5.000.”
Setiap minggu Deswati mampu menjual 200-300 butir telur penyu untuk wisatawan yang datang ke Pantai Padang. Telur-telur penyu itu dipasok dari Pulau Penyu di Pesisir Selatan, dan pulau-pulau kecil lainnya dan pantai di sekitar Padang. Bahkan, telur penyu juga didatangkan dari provinsi tetangga seperti Riau.
Pantai Muaro Padang sudah menjadi pasar regional penjualan telur penyu sejak 1942. Awalnya hanya dari warga yang hobi nongkrong di pinggir pantai sore-sore dan mencari telur penyu di Pantai Muaro Padang. Lama-lama pasar telur penyu terbentuk di tempat itu hingga saat ini.
Di Pantai Muaro Padang penjualan telur penyu begitu terbuka. Bahkan, akhirnya menjadi maskot wisata Kota Padang karena masuk ke dalam panduan wisata kuliner Dinas Pariwisata Sumatera Barat. Dalam panduan itu, disebutkan bila ingin makan telur penyu datanglah ke Pantai Muaro Padang.
Ketua Pusat Informasi Data dan Penyu Sumatera Barat Harfiandri Damanhuri mengatakan eksploitasi telur penyu di Sumatera Barat semakin tinggi setiap tahun. Ia menyayangkan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat belum tegas melindungi penyu. Padahal sudah ada Undang-Undang Perikanan Tahun 2007 yang melarang perdagangan penyu dan telurnya karena penyu termasuk hewan yang dilindungi.
“Di Indonesia, pasar yang sangat terbuka menjual telur penyu hanya ada di Padang. Bahkan dijadikan andalan wisata. Makanya orang berbondong-bondong beli telur penyu ke sini. Kalau dibiarkan terus, dalam waktu beberapa tahun lagi penyu akan habis,” kata Harfiandri.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat Yosmeri mengatakan sudah meminta pada pemilik pulau Penyu dan pulau kecil lainnya agar menangkarkan telur penyu dan melepaskan anak tukik minimal 30 persen dari telur yang diambil. “Itu sudah dilakukan di Pulau Penyu dan di Pariaman. Pemerintah sendiri juga punya penangkaran telur penyu di Pulau Karabak di Pesisir Selatan. Ini untuk upaya melestarikan penyu," kata Yosmeri.
Untuk melarang penjualan telur penyu, menurut dia, masih susah dilakukan. Sebab, penjualan telur penyu ini sudah dilakukan puluhan tahun lalu di Sumatera Barat. Apalagi pulau-pulau kecil juga dikuasai oleh ulayat, tanah masyarakat.
“Kami juga sedang minta surat edaran pada gubernur ke bupati dan wali kota di pesisir agar mencari mata pencarian alternatif untuk penjual telur penyu agar punya pekerjaan lain. Tidak tergantung lagi pada telur penyu karena penyu kan sudah dilindungi undang-undang,” katanya.
Ia menyayangkan brosur pariwisata Padang dan Sumatera Barat yang dikeluarkan pemerintah masih menjadikan penyu untuk kuliner wisata di Padang. “Ini karena pemahaman mereka tentang konservasi masih kurang,” katanya.
FEBRIANTI