TEMPO.CO, Toili - Tujuh belas burung maleo (Macrocephalon maleo), satwa langka endemik Sulawesi Tengah, hasil penangkaran PT Donggi Senoro LNG dilepasliarkan ke habitatnya di Suaka Margasatwa Bakiriang, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, Minggu, 6 Agustus 2017.
Pelepasliaran itu dipimpin Bupati Banggai Herwin Yatim serta diikuti para pejabat PT DSLNG dan tokoh masyarakat Kecamatan Moilong, Kabupaten Banggai. Acara ini sekaligus memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2017.
Manajer Operasi Senior PT DSLNG Selvia Chalis menjelaskan, pelepasliaran ini merupakan yang kedua kali. Pada 2013, dilakukan pelepasliaran pertama terhadap 13 burung maleo di habitat yang sama.
Burung maleo berusia 3-4 bulan ini adalah hasil penetasan telur menggunakan teknologi inkubator. Ini juga merupakan implementasi program tanggung jawab sosial kemasyarakatan investor pengolahan gas alam cair satu-satunya di Sulawesi Tengah itu.
"Ini adalah penangkaran pertama maleo di luar habitatmya (eksitu) dan telah mendapat penghargaan dari badan lingkungan hidup PBB," kata Rahmat, petugas Komunikasi Media PT DSLNG.
Telur-telur satwa yang sangat dilindungi itu diperoleh dari masyarakat yang umumnya merupakan hasil razia Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Bangkiriang.
Pelepasliaran maleo ini juga dirangkaikan dengan penanaman pohon kemiri yang merupakan asupan utama satwa tersebut agar bisa bertahan hidup.
Yatim mengapresiasi program DSLNG melestarikan burung maleo yang merupakan kekayaan alam endemik Sulawesi Tengah dan telah disepakati menjadi ikon provinsi itu. "Namun program ini saya minta dilaksanakan dengan serius dan terukur sehingga dalam beberapa tahun ke depan bisa dirasakan manfaatnya," ujarnya.
Saat ini, populasi burung maleo di suaka margasatwa seluas 12.500 hektare itu masih ada sekitar 30-40 pasang yang aktif keluar bertelur di pantai. Ada pula habitat maleo di hulu Sungai Tumpu, tapi belum diketahui jumlah populasinya.
ANTARA