Lauknya ada banyak pilihan: telur rebus yang dibacem, suwir (potongan kecil-kecil) daging ayam kampung, ati ampela ayam, tempe goreng berselimut tepung, bakwan udang, sate ayam dan kerupuk.
Harganya bervariasi sesuai pilihan lauk. Untuk gudeg mercon dengan nasi berlauk telur dan suwir ayam per porsi Rp 15 ribu. Bila lauknya potongan ayam bagian paha Rp 30 ribu per porsi.
Ngatinah, 60, tahun mulai meracik gudeg mercon sejak 1992. Rasa pedas itu diciptakannya untuk membunuh rasa bosan dengan rasa manis yang umum pada gudeg. Setiap kali memasak gudeg, Ngatinah menyiapkan lima kilogram cabai rawit bersama 10 kilogram nangka muda. Rasa pedas itulah yang membuat gudeg ini menjadi populer.
Penikmatnya datang dari banyak kalangan, mulai dari artis, pengacara hingga politikus. Di antaranya artis Nia Ramadhani, almarhum Julia Perez atau Jupe, personil band Kotak, asisten Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, dan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.
Gudeg terus berkembang seiring perubahan zaman. Gudeg Bu Tjitro 1925 satu di antaranya. Gudeg ini berinovasi dengan kemasan kaleng supaya tahan lama, keluar dari penyajian konvensional gudeg-gudeg Yogyakarta. Makanan tanpa bahan pengawet ini tahan selama satu tahun. Gudeg bernama Gudeg Kaleng Bu Tjitro 1925 ini yang mengawali pemasaran menggunakan kaleng.Gudeg kaleng Bu Tjiro. Tempo/Anang Zakaria
Tahun 2009, pengelola Gudeg Bu Tjitro bekerja sama dengan Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta untuk mengolah gudeg dalam kaleng. Hasilnya adalah gudeg kaleng yang awet disimpan dalam kaleng dan higienis.
“Kami menggunakan teknologi hampa udara dengan sterilisasi suhu 121 derajat celsius dan tekanan dua atmosfer sehingga bakteri mati,” kata Pimpinan Produksi Gudeg Kaleng Bu Tjitro 1925, Jumirin.
Gudeg kaleng itu mulai diproduksi dalam jumlah banyak pada 2011. Hasilnya mendapat respon bagus dari pasar. Per tahun terdapat 150 produksi gudeg kaleng, yang tidak meninggalkan citarasa racikan Tjitro. Menurut Jumirin, sebanyak 85 persen dari total produksi itu laku di pasaran per tahun.
Berikutnya: Gudeg Kaleng Sampai ke Eropa