Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wisata Multikultural, Mengunjungi Berbagai Tempat Ibadah di Yogya

image-gnews
Warga keturunan Tionghoa berdoa di Kelenteng Fuk Ling Miau atau Kelenteng Gondomanan, DI Yogyakarta, 28 nJanuari 2017. warga keturunan Tionghoa Yogyakarta melakukan sembahyang sebagai ungkapan syukur merayakan Tahun Baru Imlek 2568. ANTARA FOTO
Warga keturunan Tionghoa berdoa di Kelenteng Fuk Ling Miau atau Kelenteng Gondomanan, DI Yogyakarta, 28 nJanuari 2017. warga keturunan Tionghoa Yogyakarta melakukan sembahyang sebagai ungkapan syukur merayakan Tahun Baru Imlek 2568. ANTARA FOTO
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Jarum menunjuk pukul 10.30. Rombongan anak-anak yang berwisata pendidikan multikultural, itu menuju kelenteng Kelenteng Fuk Ling Miau, di Gondomanan, Yogyakarta.

Total ada 69 peserta, anak dari usia sekolah dasar hingga SMA dalam rombongan itu.  Mereka pun berasal dari beberapa kota, seperti Klaten, Surakarta, dan DIY. Juga dengan latar belakang agama yang berbeda-beda pula.

Guyub Bocah, bekerjasama dengan Yayasan Satunama, menyelenggarakan acara itu, selama dua hari, 5-6 Juli. Pada hari pertama mereka, mengunjungi sejumlah tempat ibadah. Dari Kelenteng Fuk Ling Miau, Masjid Gede Keraton, Yogyakarta di Kauman, Gereja Katolik Santo Yusup di Bintaran, dan Gereja Kristen Indonesia di Ngupasan.

Pada hari kedua, dilanjutkan ke Candi Budha Plaosan, Candi Hindu Sambisari, dan Pura Jagadnata Sorowajan. “Saya jadi tahu. Ada tiga agama di kelenteng itu yang disebut Tri Dharma. Konghuchu, Buddha, dan Chao,” kata Esti, siswi SMP yang ditemui Tempo, di serambi Masjid Gede di Kauman, Yogyakarta.Candi Plaosan, Jawa Tengah. Tempo/Pius Erlangga

Di sana, anak-anak dikenalkan pengetahuan tentang sejumlah dewa, yang diyakini para pemeluk Tri Dharma. Seperti Dewa Candra yang memberi penerangan malam hari, Dewa Surya sebagai penerang siang hari, ada juga Dewi Welas Asih. “Sedangkan agama saya hanya mengenal satu Tuhan, Allah SWT. Tapi dengan mengenal mereka, kami bisa bertoleransi,” kata Esti.

Waktu salat Dhuhur, rombongan itu sampai di Masjid Gede. Anak-anak pemeluk agama Islam menjalankan salat berjamaah, di ruang utama masjid, yang dibangun pada 1773, di masa Sultan Hamengku Buwono I.

Anak-anak pemeluk agama lain menunggu di serambi masjid. Selepas salat, pengurus takmir Gatot Supriyanto, memaparkan sejarah masjid dengan megaphone, di hadapan anak-anak yang duduk meriung.

Ada yang diam mendengarkan, ada pula yang mencatat. Lantaran kepercayaan Hindu dan Buddha, ada ketika masjid tua itu berdiri. Seorang anak bertanya, “Apakah ada unsur Hindu dan Budha pada bangunan masjid?” tanyanya.

Gatot mengiyakan. Seperti relief bunga teratai di tiang masjid. Bunga teratai menjadi simbol Buddha, sebagai tempat duduk para dewa. Ada juga lambang segitiga yang menunjukkan simbol Tri Murti dalam Hindu. “Kalau simbol Kristen tidak ada. Karena pada masa itu, agama Kristen belum masuk,” kata Gatot.Prajurit Keraton Yogyakarta di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta. Antara

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perjalanan itu dilanjutkan ke Gereja Katolik Santo Yusup, Bintaran, dan berakhir di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Ngupasan pada sore hari. Pendeta Hadian dan Pendeta Yusak, serta sejumlah penatua menyambut mereka.

Rombongan itu dibagi dua, anak-anak usia SD, serta SMP dan SMA. Mereka diajak berkeliling melihat bangunan gereja, yang dibangun pada 1934, dengan nama awal Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee atau Persekutuan Orang-orang Tionghoa Berbahasa Melayu.

Pada kesempatan itu, rombongan anak-anak SD diperlihatkan lonceng gereja yang dibunyikan. Mereka menyaksikan petugas di gereja menarik tali lonceng ke atas dan ke bawah. “Untuk apa lonceng itu dibunyikan?” tanya Rio, bocah usia SD.

Petugas gereja itu menjawab, untuk penanda berlangsungnya ibadah. Rio sempat terdiam  mencerna. Pendamping Sanggar Bocah Menoreh (SBM) dari Banjaroya, Kulon Progo, Sekarningtyas Dewi Utami, mencoba menjelaskan. “Maksudnya, kalau muslim itu mau salat ditandai suara adzan. Kalau Kristen, mau beribadah ditandai bunyi lonceng,” kata Sekar.

Sekar lalu mengajak sembilan orang anak dari komunitasnya. Dia minta anak-anak itu bertanya, apabila ada hal-hal yang tidak diketahui selama mengikuti perjalanan Wisata Pendidikan Multikultural itu.  “Karena tidak semua hal tidak saya ketahui. Jadi mumpung bertemu orang-orang yang paham, bertanyalah,” kata Sekar, kepada rombongannya.

Dia mengajak komunitasnya ikut wisata itu, untuk mengisi libur sekolah. Ketimbang hanya di rumah dan menonton televisi. Lewat wisata itu, Sekar berharap anak-anak mempunyai gambaran tentang alasan mereka harus saling menghormati teman-temannya yang berbeda agama. “Tak sekedar mengunjungi tempat ibadah umat agama lain. Tapi mereka juga belajar sejarahnya,” kata Sekar, kepada Tempo.

PITO AGUSTIN RUDIANA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

19 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.


Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

35 hari lalu

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berbicara dalam Sidang ke-55 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada Senin 26 Februari 2024. ANTARA/HO-akun X @Menlu_RI
Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.


Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

16 November 2023

Suasana Terowongan Silaturahim yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral, Senin, 25 Oktober 2021. Terowongan yang dibangun dengan panjang tunnel 28,3 meter, tinggi 3 meter, lebar 4,1 meter dengan total luas terowongan area tunnel 136 m2 dengan total luas shelter dan tunnel 226 m2 menelan dana sebesar Rp 37,3 miliar. TEMPO/Syara Putri
Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

Setiap 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.


Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

18 Juni 2023

Wali Kota Tangerang Selatan bersama Pangdam Jaya Mayjen TNI Mohamad Hasan meresmikan dua Markas Koramil, Selasa 30 Mei 2023. Foto TEMPO/Muhammad Iqbal
Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

Kepada remaja masjid, Pangdam Jaya mengatakan pluralisme sebagai modal kuat dalam bekerja sama untuk menjaga persaudaraan dan kedamaian di Indonesia.


Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

24 Mei 2023

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

Berbudaya itu, bagaimana budaya toleransi beragama, menghargai umat beragama lain, budaya tolong menolong.


Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

1 April 2023

Menikmati pemandangan indah di pinggir danau venue dayung, Jakabaring Sport City. Disini pengunjung dapat pula olahraga jogging sore sembari ngabuburit. TEMPO/Parliza Hendrawan
Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

Di akhir pekan atau hari libur nasional, Jakabaring Sport City menjadi pilihan destinasi liburan dalam kota yang seru.


Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

16 Februari 2023

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berfoto bersama dengan pengurus BEM PTNU Se-Nusantara di Jakarta, Rabu (15/2/23).
Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

Indeks perdamaian global terus memburuk dan mengalami penurunan hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir.


Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

2 Februari 2023

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

Sosialisasi itu akan mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam menjaga kerukunan dan kondusivitas bangsa.


Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

16 November 2022

Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dr. Drs. Karjono, S.H., M.Hum menghadiri Pengukuhan Pengurus Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu, (16/11).
Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

Klaten disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Di tengah keberagaman agama tetap memiliki keharmonisan, persatuan dan kesatuan.


Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

28 Oktober 2022

Sejarah Pertama di SMAK St. Fransiskus, Siswi Muslim Menjadi Ketua OSIS. Instagram/smakstfransiskusrutengntt
Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

Aprilia Inka Prasasti terpilih sebagai ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng Nusa Tenggara Timur.