Kalian punya pelatih yang menentukan jenis latihan?
Fransiska: Kami menyusun semuanya sendiri. Tapi kami punya tim pendukung dari Mahitala. Biasanya, setelah kami riset, menentukan program, baru kami serahkan kepada mereka untuk membantu sebagai tim pendukung.
Kenapa kalian tertarik melakukan ekspedisi ini?
Mathilda: Awalnya seven summiteers dari Unpar pada 2014 ditawari untuk melakukan pemasangan tali di Carstensz. Selain itu, kami ditawari menjadi tim pendukung pencinta alam PT Freeport. Tawaran tersebut kami terima. Lalu sejak itu terbangun konsep kenapa tidak melakukan seven summit lagi tapi versi perempuan? Hal itu ditawarkan para senior, lalu dilakukan rekrutmen. Ditambah lagi kami masih muda dan ingin melakukan hal-hal yang selama ini masih didominasi oleh laki-laki. Di Indonesia belum ada pendaki perempuan yang ke sana, jadi kami mau membuat prestasi di bidang pendakian gunung, di bidang yang kami bisa.
Anggota ekspedisi ini hanya dua orang?
Fransiska: Awalnya berempat. Dari rekrutmen terpilih empat orang dan semuanya ikut ke Carstensz. Lalu satu orang mundur karena harus segera lulus, sementara ekspedisi ini kan waktunya sangat tentatif. Direncanakan dua tahun, sekarang saja sudah masuk tahun ketiga. Lalu kami lanjut bertiga sampai gunung keempat, Gunung Aconcagua. Ketika itu, satu teman kami terkena penyakit ketinggian. Tubuhnya sudah tidak bisa lagi mencapai ketinggian saat itu. Sakitnya lumayan parah. Orang tuanya khawatir dan tidak memberi izin lagi. Akhirnya tersisa kami berdua.
Sementara orang tua kalian memberi izin?
Fransiska: Kalau saya, di keluarga pendaki semua. Papa itu orang Wanadri. Dia pernah mendaki Mount Blanc. Papa dan kakak-kakak saya mainnya di alam semua. Kedua kakak saya anak Mahitala juga. Awalnya saya tertarik, ya, karena ingin bermain di alam bebas. Cuma main tanpa memikirkan risiko. Mungkin karena dasarnya anak bungsu jadi agak manja. Pas masuk Mahitala ternyata belajar menghadapi sesuatu, bertanggung jawab, menghadapi risiko, dan banyak hal.
Mathilda: Aku anak paling tua. Di keluarga enggak ada sama sekali yang punya latar ikut kegiatan seperti ini. Saya suka kegiatan alam sejak SMA. Waktu melihat pencinta alam di kampus, ya, ingin menyalurkan hobi saja. Meski awalnya orang tua melarang ikut bergabung dengan Mahitala. Tapi, karena saya bisa menunjukkan bahwa ikut kegiatan ini tak mengganggu perkuliahan, enggak bergaul macam-macam juga, akhirnya diizinkan.
Yakin tidak mengganggu perkuliahan?
Mathilda: Untungnya ini kami jalani saat sudah tingkat akhir, he-he-he. Perkuliahan kami sudah sedikit. Banyak pihak juga yang mendukung, adik kelas juga ada yang suka membantu. Kampus pun mendukung.
Fransiska: Kami mengejar gelar mahasiswi yang mendaki seven summits, jadi ini harus diselesaikan sebelum kami lulus. Dan kami ingin membawa nama kampus juga. Biaya untuk melakukan ekspedisi seperti ini pasti tidak sedikit.
Selanjutnya: Pernah Terfikir untuk Menyerah?