TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meresmikan makam tokoh emansipasi perempuan RA Kartini sebagai destinasi wisata sejarah nasional. “Sebagaimana pemikiran Kartini, bahwa kebangkitan seseorang ditandai dengan kebangkitan cara berpikir dan pendidikan yang baik, momentum ini memberi pesan kepada kita bahwa meningkatnya kualitas perempuan Indonesia mendorong meningkatnya kualitas keluarga. Hal ini merupakan salah satu langkah strategis untuk memajukan bangsa dan negara,” katanya di Rembang, Jawa Tengah, Jumat, 21 April.
Dalam kesempatan itu, Mensos beserta rombongan juga melakukan ziarah ke makam RA Kartini.
Khofifah mengatakan Kartini tidak menuntut persamaan hak dalam segala bidang. Ia hanya menuntut agar perempuan diberi hak mendapatkan pendidikan yang layak.
Pendidikan yang layak bagi perempuan memungkinkan mereka memiliki kesempatan lebih baik untuk mendapatkan akses di berbagai bidang dalam kehidupan dan lingkungan. Untuk itu, Mensos meminta seluruh pemangku kepentingan memberikan akses yang lebih baik kepada perempuan, terutama yang tinggal di pelosok daerah terpencil, tertinggal, terluar, dan perbatasan, untuk memperoleh pendidikan dan kehidupan yang layak.
Selain pendidikan, ujar Mensos, Kartini bertekad menjadi muslimah yang baik sebagaimana bunyi Surat Al-Baqarah ayat 257 yang berarti dari gelap menuju cahaya, yang tercermin dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.
”Filsafat keagamaan dan kebinekaan Kartini sangat dalam. Saya bisa memahami hal ini karena dia juga santri dari Kiai Soleh Darat, guru pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ary, sekaligus guru pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan,” kata Khofifah menambahkan.
Kartini lahir di Mayong, Jepara, 21 April 1879. Ia meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904, pada umur 25 tahun. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964, pada 2 Mei 1964 Kartini dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
ANTARA
Catatan Koreksi: Berita ini dikoreksi pada 21 April 2017 pukul 19.52 untuk memperbaiki ayat surat al-Baqarah yang dikutip Menteri Sosial. Redaksi mohon maaf.