TEMPO.CO, Solo -Bagi sebagian orang, makan dengan mulut bersuara merupakan hal yang kurang sopan. Namun, sepertinya anda harus mengesampingkan sopan santun itu saat menikmati Tengkleng, salah satu kuliner khas Kota Solo. Anda juga tidak perlu risih jika jari dan tangan harus belepotan dengan kuah.
Tengkleng berbeda dengan masakan kambing lain, seperti gulai, sate hingga tongseng. Perlu perjuangan untuk menikmati lantaran piring justru dipenuhi oleh tulang kambing. Ada sensasi tersendiri dalam menikmati kerat-kerat daging yang menempel di tulang. Sebuah kepuasan saat meninggalkan warung dengan menyisakan tulang yang telah licin dan bersih.
Di Kota Solo, ada banyak warung sate kambing yang menyediakan masakan ini. Ada pula beberapa yang khusus hanya menjual tengkleng saja, seperti di Gapura Pasar Klewer dan depan Stadion Sriwedari.
Salah satu warung yang menyediakan menu tengkleng adalah Sate Kambing Pak Manto. Warung ini cukup istimewa lantaran memiliki dua jenis masakan tengkleng yang berbeda. Pembeli tinggal memilih antara tengkleng segar dengan tengkleng masak.
Jenis tengkleng segar sama dengan tengkleng yang dijual di tempat lain, berupa tulang kambing dengan kuahnya yang sangat segar. Sekilas, masakan ini menyerupai gulai, namun memiliki kuah yang jauh lebih encer.
Bumbu yang ringan membuat masakan ini terasa lezat untuk dinikmati meski tanpa nasi. Lupakan sendok dan garpu, tulang kambing itu harus dipegang dengan tangan untuk bisa menemukan serat-serat daging yang menempel di tulang.
Sebuah sensasi tersendiri saat penikmat tengkleng mencoba menghisap sungsum yang ada di dalam tulang, atau mencoba meraih daging yang bersembunyi di ruas tulang dengan gigi atau lidah. Tidak perlu segan jika cara makan ini cukup berisik, sebab pembeli di sebelah juga akan melakukan hal yang sama.
Sedangkan tengkleng masak memiliki bahan yang sama persis dengan tengkleng segar. Masakan ini lebih cocok untuk disantap konsumen penyuka pedas. Cabai dan bubuk merica yang ada di dalamnya membuat lidah sesaat terasa terbakar.
Tengkleng jenis ini sedikit mirip dengan masakan rica, baik penampilan maupun rasanya. Yang membuat beda adalah bahannya yang berasal dari tulang-tulang dada kambing. Menikmatinya akan sedikit lebih berisik dibanding tengkleng kuah, lantaran mulut mendesis menahan pedas.
Sejak dibuka pertama pada 16 tahun lalu, warung sate Pak Manto sudah menyediakan tengkleng kuah. "Karena cukup laris, kami mencoba berkreasi dengan membuat tengkleng yang pedas," kata Widiastuti, istri pemilik warung. Lama-kelamaan masakan tengkleng justru lebih banyak dicari pembeli.
Setiap hari, warung itu memotong lima ekor kambing. Dagingnya dimasak untuk sate, gulai serta tongseng. Sedangkan tulangnya dimasak tengkleng. Bahkan, mereka tiap hari masih harus mendatangkan satu kuintal tulang kambing untuk mencukupi keinginan pembeli.
Sepiring nasi dan tengkleng, baik tengkleng kuah maupun masak, dibanderol dengan harga Rp 50 ribu. Meski sekadar tulang, harganya justru lebih tinggi dibanding sate yang harganya Rp 40 ribu seporsi.
Salah satu pembeli, Budi Rahayu mengaku sudah menjadi pelanggan sejak 10 tahun silam. "Langsung suka saat menikmati tengkleng masak yang pedas," katanya. Menurutnya, jenis tengkleng itu berbeda dengan warung tengkleng lain di Kota Solo.
Bagi para pelancong, mencari lokasi warung yang ada di Jalan Honggowongso itu cukup mudah karena berada di pusat kota. Warung itu berada di sekitar 100 meter sebelah utara Pasar Kembang Solo.
AHMAD RAFIQ