Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wisata Sejarah Bercampur Mistis di Kotagede

Editor

Mustafa moses

image-gnews
Warga berjalan usai melaksanakan salat magrib di Masjid Gedhe Mataram, Kotagede, Yogyakarta, 13 Juni 2016. Masjid tertua di Yogyakarta ini yang dibangun sejak tahun 1587 dan menjadi pusat kegiatan beribadah saat Ramadan. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Warga berjalan usai melaksanakan salat magrib di Masjid Gedhe Mataram, Kotagede, Yogyakarta, 13 Juni 2016. Masjid tertua di Yogyakarta ini yang dibangun sejak tahun 1587 dan menjadi pusat kegiatan beribadah saat Ramadan. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kotagede adalah sasaran blusukan yang tidak akan ada habisnya. Ia berada di wilayah administratif yang terbagi antara Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

Kotagede punya cerita sejarah berdirinya, hingga jalan-jalan menuju lokasi peninggalan bersejarah. Ada pula perkampungan tradisional, tempat pengunjung melihat kehidupan masyarakatnya. Kisah-kisah yang disampaikan pemandu wisata pun terdengar tidak logis, penuh mitos, penuh tanda tanya, tapi ternyata tetap menarik minat orang untuk datang berkunjung.

“Untuk wisata, yang diutamakan cerita yang popular. Asalnya cerita tutur, turun temurun,” kata Koordinator Jelajah Pusaka Kotagede Shinta Noor Kumala kepada Tempo, Ahad, 4 September 2016.

Tempo ikut blusukan ke tempat-tempat wisata di Kotagede, salah satunya di Sendhang Seliran. Letaknya di selatan tembok Pasareyan Ageng atau makam Panembahan Senopati yang menjadi peletak dasar Kerajaan Mataram Islam.

Untuk menuju ke sana, pengunjung harus menuruni beberapa anak tangga karena lokasinya lebih rendah dari makam. Ada sumur yang konon sumber airnya dari hasil hujaman tombak kecil milik Sunan Kalijaga.

Sumber air yang disebut Sumber Kemuning tak pernah kering. Ia disebut kemuning karena ada pohon kemuning yang ditanam di sana. Satu lagi Sumber Kemuning berada di luar komplek makam raja-raja Mataram yang dibendung warga desa untuk mencukupi kebutuhan penduduk.

Saat dilongok ke bibir sumur, airnya tampak bening dan melimpah. Orang cukup mengambil airnya dengan menggunakan gayung, tanpa harus ditimba. Permukaan air tak sampai semeter dari bibir sumur dengan total kedalaman sekitar 3-5 meter. “Logikanya, karena lokasi sendhang dan sumur kan di dataran rendah. Jadi airnya ada terus. Beda dengan yang di dataran tinggi,” kata Shinta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Begitu pula dengan satu bagian tembok di sisi utara makam yang terlihat paling rapuh. Tembok itu tinggal susunan bata-bata merah yang tak berdiri kokoh. Menurut warga kampung Rejowinangun, Kotagede, David Nugroho, tembok itu dulu pernah dijebol untuk jalan bagi jenazah Sultan Hamengku Buwono II. Lantaran Keraton Yogyakarta membuat aturan, bahwa raja-raja Mataram harus dimakamkan di Imogiri, bukan di Kotagede.

Di sisi lain, Belanda pun melarang HB II dimakamkan di Kotagede. Mengingat Sultan yang hidup masa 1750-1828 itu dikenal berwatak keras dan antikompromi dengan Pemerintah Kolonial Belanda. “Untuk menyiasatinya dengan menjebol tembok dari samping. Makam HB II waktu itu juga tetap dijaga,” kata David.

Begitu pula dengan mitos tiga watu gatheng yang dikabarkan alat permainan Raden Rangga, anak Panembahan Senopati. Batu itu berwarna kuning, berat, dengan diameter masing-masing 31, 27, dan 15 sentimeter. Gatheng yang sejenis dengan permainan bola bekel, konon mudah dilakukan Rangga yang sakti sejak kecil dengan mengankat dan melempar batu seberat dan sebesar itu secara berulang.

Namun menurut informasi sejarawan kepada Shinta, tiga batu itu adalah peluru meriam yang akan dibawa Sultan Agung ke Batavia untuk menghancurkan VOC. Tiga batu itu masih disimpan dalam satu bangunan bersama watu gilang dan watu genthong yang terletak sekitar satu kilometer di selatan Pasar Kotagede.

“Versinya banyak. Tapi untuk wisata, kami pilih yang menarik. Kalau berbeda, bisa diprotes orang ,” kata Shinta.

PITO AGUSTIN RUDIANA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

3 hari lalu

Ratusan perempuan mengikuti event lari Mbok Mlayu di Kota Yogyakarta pada Hari Kartini 2024. Dok.istimewa
Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

Para perempuan di Yogyakarta memperingati Hari Kartini dengan lomba lari dan jalan kaki, serta membuat pameran lukisan.


Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

7 hari lalu

Kampung Wisata Purbayan Kotagede Yogyakarta. Dok. Istimewa
Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

Tiga kampung wisata di Kota Yogyakarta ini paling banyak didatangi karena namanya sudah populer dan mendapat sederet penghargaan.


Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

18 hari lalu

Alat Peraga Manual Pump di Kampung Kerajinan Taman Pintar Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

Dua alat peraga baru di Taman Pintar Yogyakarta di antaranya multimedia berupa Videobooth 360 derajat dan Peraga Manual Pump.


Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

22 hari lalu

Karcis parkir yang diberi tempelan jasa titip helm di Kota Yogyakarta. (Dok: media sosial)
Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

Dalam foto yang beredar, terdapat tambahan karcis tidak resmi untuk penitipan helm yang membuat tarif parkir di Yogyakarta membengkak.


BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

42 hari lalu

Wisatawan mengunjungi objek wisata Pantai Parangkusumo di Bantul, DI Yogyakarta, Jumat 1 Januari 2021. Pascapenutupan kawasan wisata pantai selatan Yogyakarta pada malam pergantian tahun baru, pengunjung memadati kawasan tersebut untuk menghabiskan libur tahun baru meskipun kasus COVID-19 di Yogyakarta terus meningkat. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

Seorang wisatawan asing asal Hungaria juga dilaporkan sempat terseret ombak tinggi saat sedang melancong di Pantai Ngandong, Gunungkidul, Yogyakarta.


Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

48 hari lalu

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara simbolik melakukan penutupan TPA Piyungan pada awal Maret 2024. TPA Piyungan selama ini menampung sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. (Dok. Istimewa)
Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

Penutupan TPA Piyungan diharapkan bakal menjadi tonggak perubahan dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta.


Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

49 hari lalu

Sejumlah karya industri kreatif dipamerkan di Pusat Desain Industri Nasional (PDIN) di Yogyakarta.  (Dok. Istimewa)
Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

Yogyakarta memiliki unsur 5K yaitu Kota, Korporasi, Komunitas, Kampung dan Kampus, yang jadi modal mewujudkan Yogyakarta sebagai Kota Kreatif.


Bersama Baznas, Berkolaborasi Menghimpun Potensi Zakat

54 hari lalu

Bersama Baznas, Berkolaborasi Menghimpun Potensi Zakat

Baznas hingga saat ini telah melakukan kolaborasi penuh dengan Lembaga Amil Zakat


Mengenal Tradisi Selasa Wagen, Hari Saat Pedagang Malioboro Beristirahat dan Bersih Bersih

57 hari lalu

Tradisi Selasa Wagen yang meliburkan para pedagang di kawasan Malioboro Yogyakarta untuk bersih bersih kawasan kembali digelar Selasa (27/2). (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Selasa Wagen, Hari Saat Pedagang Malioboro Beristirahat dan Bersih Bersih

Selasa Wagen di kawasan Malioboro berlangsung setiap 35 hari sekali merujuk hari pasaran kalender Jawa.


Jurus Yogya Lestarikan Aksara Jawa, Gelar Sekolah Khusus di Seluruh Kampung

22 Februari 2024

Salah satu peserta saat mengikuti pembelajaran pawiyatan aksara Jawa di Kota Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Jurus Yogya Lestarikan Aksara Jawa, Gelar Sekolah Khusus di Seluruh Kampung

Pawiyatan aksara Jawa ini digelar serentak di 30 kampung mulai 20 Februari hingga 5 Maret 2024 di Kota Yogyakarta.