Masyarakat adat di Raja Ampat juga menerapkan suatu aturan tak tertulis yang melarang penangkapan hewan laut pada waktu tertentu.
Tradisi turun temurun yang disebut Sasi itu diwariskan leluhur mereka untuk menjaga keseimbangan kehidupan hewan laut dari eksploitasi yang berlebihan.
"Bisa tiga bulan, enam bulan bahkan hingga satu tahun. Setelah itu, nelayan boleh memancing lagi," kata Tahir, warga Pulau Misool, tentang tradisi Sasi Laut yang sejatinya memberi waktu kepada biota laut untuk berkembang biak.
Selain Sasi Laut, ada juga tradisi Sasi Darat, yang ketika diberlakukan masyarakat tidak boleh menebang pohon atau mengambil buah dari hutan untuk dikonsumsi.
"Masyarakat boleh ambil kayu di hutan, tapi untuk dipakai sendiri, tidak boleh menjual kayunya ke luar Raja Ampat," kata Tahir.
Kearifan itu membuat hutan di pulau-pulau Raja Ampat sampai sekarang tetap hijau dan rimbun, menjadi suaka bagi berbagai macam burung termasuk cendrawasih, murai batu, bangau, dan elang.
Kabupaten Raja Ampat, yang luasnya kurang lebih 46.000 kilometer persegi, sekitar 87 persen dari wilayahnya adalah laut.
Conservation International yang sejak 2004 bekerja di sana mendapati bahwa perairan Raja Ampat menjadi rumah bagi sekitar 75 persen spesies karang dunia.
Karang-karang itu menyediakan makanan, mata pencaharian, dan tempat berlindung dari badai tropis kepada sekitar 65.000 penduduk yang bermukim di 121 kampung di 37 pulaunya.
ANTARA