TEMPO.CO, Jakarta - Hawa wisata pantai di Maluku Tenggara, sudah bisa mulai dirasakan sejak pesawat hampir mendarat. Dari ketinggian 10 ribu kaki--kalau berkunjung ke Kepulauan Kei, Maluku Tenggara naik pesawat--Anda bisa membayangkan sendiri, seindah apa negeri yang terdiri dari 119 pulau itu.
Gugusan nusa bersabuk pasir putih, dengan pepohonan rimbun kehijauan, tiba-tiba muncul di tengah hamparan samudera berwarna biru benhur.
Dari udara, Kepulauan Kei adalah ilustrasi suaka tropikal yang sempurna; sinar matahari seharian, langit biru cerah, laut yang jernih, dan pantai-pantai bernyiur yang sepi.
Kepulauan ini berada di barat daya jazirah Kepala Cendrawasih, Papua, 550 kilometer arah tenggara Ambon. Nuhu Evav diapit empat samudera, Laut Seram di utara, Laut Arafura di timur, Laut Timor di selatan, dan Laut Banda di barat.
Secara administratif, wilayahnya dibagi dua, yakni Kabupaten Maluku Tenggara yang beribu kota di Langgur, dan Kota Tual di Pulau Kai Kecil.
Awal Oktober lalu, saya bersama fotografer Eko Siswono Toyudho datang ke kampung halaman Pahlawan Revolusi Karel Satsuit Tubun itu untuk edisi khusus wisata di Majalah Tempo edisi 16 November 2015.
Baca juga: Kepulauan Kai, Miniatur Nusantara di Tenggara Indonesia
Ini daftar pantai dan objek wisata yang wajib Anda kunjungi kalau berkunjung ke sana. Jangan lupa, baca cerita selengkapnya dalam Majalah Tempo Edisi Khusus Wisata Pantai yang terbit Senin, 16 November 2015.
1. Pulau Bair (Baer)
Ini tempat yang tak boleh dilewatkan kalau main ke Tual. Orang-orang Kei yang saya temui sepakat menjuluki rangkaian pulau karang di utara Pulau Kai Kecil itu sebagai Raja Ampat van Kei.
Bentangan alamnya memang tak seluas Raja Ampat asli, atau Phi Phi Islands di Thailand sana. Tapi panoramanya boleh diadu. Perahu bisa masuk hingga ke tengah pulau. Sebuah dataran pasir selebar 20 meter menjadi pantai yang memisahkan dua perairan dangkal.
Pasirnya putih, sampah hanya berupa ranting pepohonan dan karang mati yang terbawa arus. Jika datang di hari biasa, Anda mungkin jadi satu-satunya tamu pulau itu. Mau berenang seharian atau berjemur tanpa sehelai benang, silakan saja kalau pede.
Untuk yang bernyali lebih, naiklah ke salah satu tebing di sisi selatan pantai. Tidak ada tangga, undakan dan pegangan hanyalah batu-batu tajam dan akar pohon yang menjuntai. Tingginya sekitar 7 meter. Dari atas, Anda bisa melihat lanskap bair secara utuh.
Di balik karang itu, ada sebuah cerukan yang membentuk kolam. Air laut bersama ikan warna-warni, gurita, dan kepiting terperangkap kalau laut surut. Tak perlu alat snorkeling karena kejernihannya membuat kolam itu bak akuarium.
2. Pantai Ngurbloat dan Ngursarnadan
Ngur dalam bahasa Kei artinya pasir. Dua pantai ini letaknya bersebelahan, berjarak sekitar 18 kilometer dari Langgur, Ibu Kota Maluku Tenggara. Ada jalan aspal ke sini. Karena letaknya menghadap barat, dua pantai ini cocok menjadi tempat memburu matahari tenggelam.
National Geographic pernah menyebut pasir di sini paling halus dibandingkan dengan tempat lain di dunia. Tapi, saya menemukan pasir dengan tekstur serupa di hampir semua pantai di Kepulauan Kei.
Pantai ini membentang sejauh 3 kilometer, itulah kenapa nama bekennya Pantai Pasir Panjang. Lautnya landai dan dangkal. Berenang di sini tak perlu takut terseret arus karena ombak sudah pecah pada jarak 100 meter dari daratan. Kalau surut, area yang cetek itu berubah wujud menjadi padang pasir putih yang berkilauan.
Beberapa penginapan berupa vila dan bungalo sederhana dengan tarif tak lebih dari Rp 500 ribu semalam bisa ditemui di sepanjang pantai.
3. Ohoi Dertawun
Di sebelah utara Pantai Ngursarnadan ada pantai yang tak kalah eksotis. Bentuknya sama, garis pantai memanjang dengan dangkalan yang luas. Letaknya di Ohoi (desa) Dertawun.
Daya tarik pantai ini adalah keberadaan tebing karang setinggi 5-10 meter di belakang pantai. Di titik paling ujung tebing ini, ditemukan ratusan lukisan sebesar telapak tangan yang diyakini berasal dari zaman purba.
Lukisan berwarna jingga dan merah kecokelatan itu membentuk figur manusia, matahari, pohon, perahu, buaya, ikan, sampai cap tangan. Bentuk dan polanya mirip dengan lukisan di Gua Tewet, Kalimantan Timur. Di Indonesia, artefak serupa bisa ditemukan di Wamkana di Pulau Buru, Sawai di Maluku Tengah, Teluk Speelman di Papua, dan Kotobu di Sulawesi Tenggara.
4. Pantai Ngurtavur
Ini mungkin keajaiban alam Nuhu Evav, buruan utama para pelancong. Ngurtavur berupa dataran pasir yang timbul, memanjang, dan membelah laut sejauh 2,5 kilometer dari daratan utamanya, Pulau Waha. Titik terlebarnya hanya sekitar 10 meter. Di kiri kanan dataran ini terhampar perairan dangkal yang dipenuhi rumput laut.
Pasir putih di Ngurtavur sama lembut dan halusnya dengan Ngurbloat. Kontras dengan laut dan langit yang biru. Dari kejauhan tampak kerumunan burung berparuh kuning semu sedang berkumpul. Rupanya, burung pelikan (Pelecanus) yang sedang bermigrasi dari Australia singgah di sini. Gerombolan camar mengaso di dekat mereka.
5. Gua Hawang
Bosan berenang di air asin? Datanglah ke Gua Hawang di Desa Letvuan. Sekitar 10 menit berkendara dari Desa Dian Pulau, tempat kami menyeberang ke Taroa dan Tanimbar Kei.
Sewaktu bangsa Portugis menjelajah wilayah timur Nusantara, mereka sempat mampir ke kepulauan ini. Merekalah yang memberi nama Kei, diambil dari bahasa Portugis Kayos yang artinya keras. Mungkin mereka merujuk pada kontur tanah daratan Kei yang berbukit kapur dan gersang. Sebagai kawasan kars, banyak gua dan ceruk tersembunyi di seluruh pulau.
Gua Hawang yang paling terkenal karena cerukan gua kapur ini membentuk kolam alamiah dengan air tawar berwarna biru jernih bak berlian. Berenanglah sepuasnya, namun jangan terlalu dalam karena belum pernah ada yang masuk hingga melampaui mulut gua.
Keberadaan gua ini tak terlepas dari legenda. Penduduk setempat percaya, pada zaman dahulu ada seorang pemburu yang bersama anjingnya tersesat di hutan di sekitar gua. Karena kesal tak menemukan jalan pulang, dia mengumpat dengan kata kasar. Akibatnya, dia dan anjingnya dikutuk menjadi batu, mirip kisah Malin Kundang. Batu jelmaan sang pemburu dan anjingnya masih bisa dilihat di mulut Gua Hawang.
6. Bukit Masbait
Ini merupakan titik tertinggi di Pulau Kai Kecil. Dari titik ini, Anda bisa memandang ke arah kota kembar, Langgur dan Tual, yang dihubungkan jembatan Watdek, Trikora. Namun, jangan terlalu berharap bisa melihat hamparan city light dari sini. Dua kota terbesar di Maluku Tenggara itu terhitung masih sepi sehingga lampu kota tak terlalu semarak. Keuntungannya, bintang di langit malam mudah terlihat.
Di bukit ini ada patung Tuhan Yesus dengan tangan terbuka yang berdiri di atas bola dunia. Bolehlah dimirip-miripkan dengan Kristus Sang Penyelamat di Rio de Janeiro, Brasil meski ukurannya lebih mini dari karya pematung Paul Landowski itu.
7. Desa Banda Eli
Desa ini jadi tujuan lain wisata budaya dan sejarah selain Pulau Tanimbar Kei di selatan Kepulauan Kei. Lokasi Banda Eli di sebelah timur Pulau Kei Besar, langsung menghadap Laut Arafura. Untuk ke sana, ada perahu penyeberangan dari dermaga rakyat di Langgur. Waktu tempuhnya 4 jam.
Sama seperti Tanimbar Kei, desa ini jadi salah satu tanah kelahiran adat istiadat orang-orang Kei. Nenek moyang warganya berasal dari Banda Neira yang meninggalkan tanah kelahiran mereka saat VOC, yang berada di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, menjarah rempah-rempah pulau itu pada tahun 1620-an.
Kalau mau mencari aneka budaya asli Neira, di sinilah tempatnya. Orang-orangnya masih berbahasa Banda asli, serta mempraktikkan seni musik dan tarian khas dari sana. Sebagian warga Banda Eli juga masih mampu membuat aneka kerajinan berbahan besi, perak, dan tembikar.
Panorama Pantai Haar di dekat situ juga tak kalah dengan pantai-pantai di Kei Kecil.
PRAGA UTAMA