TEMPO.CO , Jakarta: Aroma durian kian tajam saat memasuki rest area pasar Bendo, desa Banjaroya, kecamatan Kalibawang, kabupaten Kulon Progo. Baunya serasa dikipas-kipas di depan hidung. Bau khasnya tak luntur meski bercampur bau keringat ratusan orang yang berjubel merubung tiga lajur lapak di pasar itu. Lapak dari polesan semen, tanpa dinding dan beratap. Di situlah ribuan durian Menoreh, sebutan durian varietas unggul asli Kalibawang ditumpuk. Durian-durian itu siap dipilih, dibeli, dan dinikmati pengunjung dalam acara Festival Durian Banjaroya 2014, Ahad 3 Maret 2014.
"Ciri khasnya, warnanya kuning dan rasanya pahit," kata petani durian yang menjadi peserta festival, Tukirin kepada Tempo.
Apabila beruntung dan pintar memilih, pembeli akan menemukan durian yang dagingnya berwarna kuning. Warna kuningnya pun sangat cerah. Seperti mentega. Saat daging durian yang tebal itu digigit, terasa legit. Rasa pahit pun tidak mendominasi, lantaran berganti rasa manis saat di mulut. Ada pula durian Menoreh Jambon yang warnanya merah muda. Selebihnya adalah durian lokal yang warna dagingnya kuning pucat.
Pagi itu, Tukirin yang mendapat nomor peserta 17 sebagai peserta festival bertugas untuk memasok durian di lapaknya yang satu per satu terjual. Dia mengambil durian dari rumahnya dan dibawa dengan motor roda dua yang diberi bronjong dari anyaman bambu pada bagian belakang motor. Istrinya, Siti Istikomah, berperan menjaga lapak dan melayani pembeli.
"Benih aslinya itu dari situ," kata Tukirin sembari menunjuk ke arah pohon yang berdiri tinggi dan kokoh di belakang pasar.
Pohon durian itu sudah lanjut usianya. Tukirin tak bisa memastikan angkanya. Meski tua, pohon durian itu masih berbuah. Tempo melihat beberapa durian masih bertengger di dahan yang diikat dengan tali raffia. Tujuannya agar tak jatuh dan pecah di tanah saat masa matang tiba. Pada batang pohon yang besar ditempel pelat dari alumunium warna hitam bertuliskan: Pohon Induk Durian Menoreh Kuning Varietas Unggul Berdasarkan SK Mentan No. 316/KPTS/SR.120/5/2007.
Tukirin memastikan pengunjung yang datang pada festival tahun ini lebih banyak ketimbang tahun lalu. Saat Tempo sampai di lokasi sekitar pukul 09.15 WIB, pengunjung sudah berjubel. Bahkan jalan kampung selebar 2,5 meter macet karena pengunjung yang datang dan pergi antre dari jalan yang sama. Pengunjung datang untuk memilih dan menawar harga, makan di lokasi festival, ada pula yang sekedar melihat dan berburu obyek untuk difoto. Mereka datang mulai dari Kulon Progo, Yogyakarta, juga Magelang, dan Semarang. Maklum, lokasi festival strategis di tepi jalan besar yang merupakan jalur alternatif Yogyakarta-Magelang.
Pengunjung yang membeli pun tak tanggung-tanggung. Dengan harga durian yang dibanderol mulai dari Rp 20 ribu yang berukuran mungil sampai Rp 150 ribu yang paling besar. satu pengunjung minimal membawa satu durian untuk dibawa pulang. Bahkan ada 50 durian telah dipesan oleh satu pembeli sekaligus.
"Yang mborong mantan Lurah Banjaroya," kata salah satu penjual setengah berbisik.
Meski ramai, Tukirin mengaku panen durian tahun ini turun ketimbang tahun lalu. Berkisar 30 persen. Lantaran banyak bunga dan buah yang rontok diterjang hujan.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga Kulon Progo Wisnu Eko Wardana menambahkan, selain Kalibawang juga ada durian khas Kulon Progo yang berasal dari kecamatan Kokap. Namanya durian Soponyono.
"Bedanya, durian Soponyono itu pongge (biji durian)nya tipis," kata Eko.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Terpopuler:
Beda Jokowi-Ahok Marah Bikin Risma-Whisnu Ngakak
Kisah Djajeng. Nazi dan Pintar Menari (3)
Prabowo: Lebih Bagus Saya Kudeta Saat itu..