TEMPO.CO, Yogyakarta--Pemerintah Kota Yogyakarta bersama Keraton Yogyakarta pada Selasa 5 November 2013 melakukan pemasangan pathok Sekaten sebagai tanda segera dimulainya tradisi Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) 1947 Hijriyah 2013 masehi 1345.
Pemasangan pathok itu dilakukan secara simbolis dari perwakilan keluarga Keraton Yogyakarta Gusti Bendoro Pangeran Hario (GBPH) Hadiwinoto dan GBPH Prabukusumo. Pathok dipasang diantara dua pohon beringin depan Pagelaran Keraton Yogyakarta.
Selain Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti yang turut memukul pathok, kali ini sebanyak 14 camat di Kota Yogyakarta juga mendapat giliran memukul pathok kayu yang akan jadi pancang utama perayaan Sekaten yang rencananya dimulai 6 Desember 2013.
Gusti Hadiwinoto menuturkan, perayaan Sekaten sebagai pesta rakyat dan penggerak perekonomian, perlu mendapat sentuhan inovasi pemerintah agar tidak membosankan dan hanya berisi kegiatan sama tiap tahunnya.
"Kami setuju jika Sekaten didukung dengan dana keistimewaan, tapi semua program kan tergantung kreativitas pemerintah kota," kata Hadi menjawab pertanyaan Tempo. DI Yogyakarta sendiri sedianya akan mendapat kucuran dana keistimewaan sebesar Rp 231 miliar dari pemerintah pusat. Namun sampai jelang akhir tahun ini dana yng dijanjikan itu tak kunjung turun.
Keraton sendiri selama ini memperhatikan, konsep perayaan sekaten yang lebih banyak bersifat temporal selama 40 hari itu masih kurang inovtif kegiatannya. "Makin cenderung ke arah perekonomian, belum banyak menyentuh nilai tradisi dan pemberdayaan masyarakatnya," kata dia.
Hamparan 70 persen area Alun Alun yang digunakan, kebanyakan masih berisi stand-stand jualan produk modern namun minim dengan ruang apresiasi seni dan budaya.
Hadi menuturkan, sebenarnya banyak potensi lokal yang bisa diolah untuk menghidupkan sekaten. Mulai dari menggarap konsep barang dan pelaku yang menyewa stand stand agar tidak terlalu jauh meninggalkan aspek tradisi sebagai spirit Sekaten sebagai pasar malam.
"Misalnya saja menggandeng perajin untuk membuat cinderamata khas Sekaten, sehingga punya ikon. Seperti souvenir endog abang (telur merah) karena biasanya penjual itu hanya ada saat ada acara besar," ujarnya. Suvenir itu menurutnya bisa dipasarkan 'terbatas' alias hanya saat ada perayaan sekaten, dan selain moment itu akan sulit diperoleh.
Selain sekaten jadi punya ikon, pengrajin lokal pun akan semakin punya ruang mengenalkan produk produknya. "Jadi sekaten juga bisa jadi space baru pengrajin yang selama ini kesulitan memasarkan produk," kata dia.
Patauan tempo, kebanyakan penyewa booth Sekaten menjual barang barang seperti pakaian atau barang perkakas rumah tangga. Hadi pun berharap ada juga hari hari tertentu di mana ada space khusus di pusat perayaan Sekaten untuk komunitas seni tradisi tampil.
"Itu semua akan bisa dibantu dengan dana keistimewaan aalkan pemerintah kota cekat ceket (cepat bergerak) menyusun konsepnya," kata dia.
Sementara itu Walikota Haryadi Suyuti menuturkan pihaknya akan memanfaatkan dengan baik usulan dari pihak Keraton Yogyakarta untuk mendanai perayaan sekaten ini melalui Dana Keistimewaan.
"Beberapa hal yang akan kami perbaiki adalah soal pemberian ruang apresiasi sei budaya selma penyelnggaraan sampai penataan parkir yang memadai bagi masyarakat yang datang," kata dia.
Misalnya saja, di pusat Alun Alun rencananya akan dipasang sejumlah area dengan konblock sehingga ada jalur khusus jika ada pentas kesenian. Selain itu rekayasa pintu masuk juga dilakukan dengan membuat gapura dua sisi, utara dan barat. Tidak hanya sisi utara seperti selama ini digarap.
Namun, Haryadi mengaku pemerintah belum membicarakan lebih jauh soal keterlibatan masyarakat khususnya pengrajin lokal yang kiranya bisa mengisi Sekaten kali ini. "Kami tentu harus menyeleksinya dahulu agar sesuai," kata dia.
PRIBADI WICAKSONO
Baca juga:
Melongok Vila Murah di Kota Bandung
Karnaval Kostum Melibatkan 27 Negara
Hari Ini, Festival Danau Poso Digelar
Hotel Unik, dari Rasa Afrika hingga Liverpool