TEMPO.CO, Makassar - Udara sejuk menyesaki tubuh. Tepat di depan saya, ada sebuah gerbang bertuliskan “Malino Kota Bunga”, tepatnya di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Angin bertiup pelan masuk dari jendela mobil yang terbuka setengah. Dinginnya seperti menembus pori-pori. Malam dan dingin adalah perpaduan apik di Kota Malino, yang berada di ketinggian 1.050 meter dari permukaan laut.
Lalu saya membayangkan secangkir teh manis panas dan jagung rebus yang baru diangkat dari panci. Agar bisa menikmati menu ini, kami melajukan kendaraan menuju kawasan wisata hutan pinus, menembus kabut. Di tempat ini, ada banyak warung di tepi jalan yang menyajikan jajanan panas.
Untuk sampai ke kawasan hutan pinus, kami melalui jalan utama. Di sisi kiri-kanan jalan masih tumbuh kokoh tanaman peninggalan Belanda, yakni pohon turi yang bunganya berwarna oranye. Sayang, sedang tak musim bunga. Daunnya pun tampak jarang sehingga dahannya menghadirkan suasana angker.
Keesokannya, cahaya pagi membangunkan saya. Baru pukul 05.30 Wita, tapi hari sudah begitu terang. Setelah sarapan, saya bergegas mandi di air terjun yang berjarak sekitar 2 kilometer dari rumah tempat saya menginap. Di kawasan ini ada dua air terjun, Air Terjun Takapala dan Air Terjun Ketemu Jodoh. Dua air terjun dipisahkan oleh ruas jalan menuju Desa Majannang, Kecamatan Parigi.
Selanjutnya, Air Terjun Ketemu Jodoh