TEMPO.CO, Solo - Ruas Jalan Slamet Riyadi Solo sepanjang lebih dari tiga kilometer menjadi semacam catwalk panjang, Sabtu 29 Juni 2013. Sekitar 150 orang berkostum Solo Batik Carnival berlenggok memamerkan pakaiannya.
Gelaran Solo Batik Carnival saat ini merupakan kali keenam diselenggarakan. Mereka membawa tema besar Earth to Earth dengan membagi kostum menjadi empat jenis yang mewakili unsur api, udara, air dan tanah.
Tentu saja, batik warna merah mendominasi kelompok kostum unsur api. Para peserta menghias pakaiannya dengan pernik-pernik yang menggambarkan nyala api. Mereka juga mencorengi wajahnya sehingga tampil garang, meski selalu menyimpulkan senyum saat penonton membidikkan kamera.
Sedangkan kostum dengan warna biru lagit digunakan oleh kelompok penampil kostum udara. Pakaian itu dihias dengan sayap warna putih dan berbentuk bulat untuk menggambarkan awan. Rias wajah para penampil juga dibuat lebih lembut.
Sedangkan kelompok penyaji kostum air sepintas susah dibedakan dengan kostum langit. Mereka juga menggunakan kostum warna putih. Karakter air muncul dari pernik sayap yang digunakan yang cenderung berbentuk tetesan air.
Warna batik paling khas terlihat pada kelompok tanah. Mereka menggunakan batik yang didominasi warna-warna gelap. Batik jenis tersebut juga menjadi ciri khas batik asal Solo. Biasanya, batik dengan warna gelap sering disebut dengan batik soga.
Kostum warna warni dalam Solo Batik Carnival itu dirancang oleh para peserta dalam waktu kurang dari tiga bulan. "Butuh 15 kali workshop untuk membuat kostum sesuai tema," kata Ketua Solo Batik Carnival, Ichwan Hidayat.
Hanya saja, antusias masyarakat dalam menyaksikan karnaval ini terlihat menurun drastis dibanding lima pergelaran sebelumnya. Jika biasanya penonton SBC selalu membludak, kali ini terlihat sangat longgar. Sejumlah kalangan menilai kegiatan tersebut kurang dipromosikan.
Salah satu anggota Badan Promosi Pariwisata Indonesia Surakarta, Bambang Ary menyebut bahwa sebenarnya Solo Batik Carnival telah menjadi salah satu ikon Solo. "Sayang sekali tahun ini penyelenggaraannya kurang maksimal," katanya. Sepinya penonton menurutnya menjadi salah satu indikator yang paling terlihat.
Presiden Jember Fashion Carnaval, Dynand Fariz menyebut bahwa Solo Batik Carnival sebenarnya memiliki peluang besar untuk menarik wisatawan. "Kota Solo memiliki berbagai fasilitas penunjang yang jauh lebih lengkap dibanding Jember," katanya.
AHMAD RAFIQ