TEMPO.CO, Yogyakarta- Bantul: Endang Ernawati, Ketua Museum Layang-Layang Indonesia menyatakan puas kompetisi layangan naga (Dragon Kite) di Pantai Parangkusumo, Desa Parangtritis, Kabupaten Bantul menyedot peserta dari 50-an klub. Tiga klub berasal dari Thailand, Swedia dan Malaysia sementara sisanya merupakan komunitas layang-layang di banyak kawasan pesisir berbagai provinsi. "Padahal, membuat dan memainkan layang-layang naga susah," kata dia kepada Tempo di sela Festival Dragon Kite Parangkusumo. Festival itu berlangsung tiga hari pada 21 - 23 Juni 2013.
Menurut Endang layangan naga membutuhkan kejelian pembuatnya dalam mengitung presisi ukuran ekor layangan naga. Layangan ini terdiri dari kepala naga dengan variasi bentuk beragam dan ekor yang terbuat dari sambungan keping kertas memanjang mulai 50 hingga 150 meter. "Sedikit saja salah hitung saat menyambung kepingan untuk ekor layang-layang, naga tidak terbang," kata Endang.
Endang mengatakan, museumnya berencana menggelar festival layangan naga itu sebagai kompetisi tahunan di Pantai Parangkusumo. Dia mengatakan layangan naga menyediakan tantangan bagi penggemar permainan ini karena pembuatannya harus teliti. "Selain itu, ini layak diikuti peminat layang-layang dari semua negara. Mitos naga ada di hampir semua benua dan negara," kata Endang.
Pantai Parangkusumo, kata Endang juga menyediakan pesona menarik bagi pemain layang-layang. Pantai ini, kata dia memiliki kecepatan angin minimal 8 knott dan garis sempadan yang lebar. Kawasan luas di pinggiran bibir Pantai Parangkusumo, yang berpasir halus mirip padang pasir, cocok menjadi tempat berkumpul puluhan pemain layang-layang. "Jarang ada pantai seperti ini, jarak bibir pantai dan daratan lebih dari 150-an meter. Lokasi seluas ini cocok untuk bermain layang-layang banyak," kata Endang.
Tidak mengherankan, Endang bersemangat mengajak 29 peserta festival untuk memecahkan rekor dunia menerbangkan layang-layang terbanyak di hari terakhir festival. Pada hari kedua Festival Dragon Kite Parangkusumo, usaha memecahkan rekor dunia gagal karena kecepatan angin menurun. Rekor dunia bisa terpecahkan jika ada peserta mampu menerbangkan lebih dari 42 layang-layang dalam sekali waktu.
Menurut Endang rekor bisa dipecahkan di festival ini baru untuk Muri (museum record Indonesia). Rekor itu muncul karena festival kompetisi layang-layang naga di Parangkusumo merupakan yang pertama di Indonesia. "Ini yang pertama dan sudah menarik minat puluhan peserta," kata dia.
Dia juga mengatakan, museum layang-layang Indonesia juga berencana membangun cabang di sekitar Parangtritis. Endang mengaku kecewa karena dengan potensi besar seperti di Parangkusumo belum ada satu pun klub layang-layang di sana.
Endang menyatakan, pengalaman tim museumnya di festival kali ini menarik karena bisa mengajak ratusan siswa sekolah di sekitar Parangtritis untuk belajar membuat layang-layang pada hari kedua festival. "Kalau ada museum di sini, pasti komunitas layang-layang tumbuh," kata dia.
Dia mengatakan Indonesia terkenal sebagai gudang para ahli pembuat layang-layang yang tidak suka mematok harga mahal. Kebiasaan itu, kata dia, berbeda dengan ahli pembuat layang-layang di negara lain. "Mereka membuat layang-layang untuk kesenangan," ujar dia.
Peserta festival dari Surabaya, Yudhi, mengaku kerap menyambangi Parangkusumo untuk bermain layang-layang sejak 2008 lalu. Salah satu anggota Samudra Kite Club, Kenjeran, Surabaya itu mengatakan pesisir selatan selalu menjadi tempat terbaik menerbangkan layang-layang. "Periode Juni sampai September biasa banyak fasetival layang-layang," kata dia.
Dia menyatakan hanya menghabiskan waktu dua bulan untuk membuat layangan naga dengan panjang ekor 70 meter. Kata dia bahan kepala naga dibuat dari kertas, gabus dan plastik serta rangka bambu. Sementara ratusan kepingan disambung dengan tiga putaran tali Puspang atau yang biasa dibuat untuk panjat tebing.
Layangan naga, kata Yudhi, memang perlu perhitungan jeli untuk ukuran lebar kepingan dan jarak ikatan tali antar kepingan. Meleset sedikit, layangan naga lunglai tak mampu meninggi. "Biaya hanya perlu Rp2,5 juta per layangan," kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM