TEMPO.CO , Jakarta:HAMPARAN salju di kawasan Murodo, Jepang, cukup tebal. Namun, udara terasa hangat, karena siang itu sinar matahari memancar kuat. Pertengahan Mei lalu kawasan Murodo sebenarnya sudah memasuki musim panas. Tapi wilayah yang berada di sebelah barat Tokyo itu belum sepenuhnya terbebas dari salju. Bunga es masih tebal di sana-sini. Operator alat berat yang tengah mengeruk salju yang menumpuk di belakang bangunan bertingkat, melambaikan tangan dan tersenyum kepada saya.
Agar tak kegerahan, saya menanggalkan jaket tebal , menggantinya dengan yang tipis. Dari Murodo lah saya menikmati salju di kaki Tateyama, gunung setinggi 3.015 meter di atas permukaan laut. Gunung Tate yang masuk dalam Taman Nasional Pegunungan Chubu tampak putih keperakan , sangat kontras dengan biru langit yang memayunginya. Ya, gunung ini memang memiliki salju abadi.
Baca Juga:
Kawasan National Park yang landai adalah tempat favorit untuk bermain ski. Terlihat rombongan turis lokal tengah bersiap berski ria. Sedangkan serombongan pelancong lain hanya jalan-jalan dan berfoto. Tiba-tiba muncul imajinasi kanak - kanak saya: betapa nikmat melumat es krim di atas hamparan ‘karpet putih’ itu. "Beli saja es krim dan rasakan sensasinya," ujar Andrin, wartawan majalah Travel dari Jakarta, rekan perjalanan. Dengan memasukkan koin 350 yen ke boks es krim tak jauh dari Hotel Tateyama, saya mendapat satu contong es krim rasa vanilla susu.
“Pada Oktober hingga Februari lalu, kawasan ini diguyur hujan salju sangat hebat. Salju menutup semua permukaan, ” kata Katsue Komatsu, pemandu yang mendampingi saya dan enam jurnalis dari Indonesia. Kami diundang ke Jepang oleh agen perjalanan, Jalan Tour, dan Garuda Indonesia, antara lain diajak melongok kota tua Gujo City dan desa Shirakawa-go , juga berpetualang di Tateyama Kurobe Alpine Route.
Es krim tandas, selanjutnya saya menyusuri koridor salju, jalan yang diapit dinding salju tebal. Sekitar 500 meter berjalan, di ujung jalan ada papan informasi yang memberi tahu bahwa salju yang saya pijak berada 17 meter di atas permukaan tanah. “Pada April lalu lebih tebal lagi, ketinggian salju sekitar 20 meter,” ujar Komatsu.
Menurut dia, koridor salju mulai dibuka bagi pengunjung mulai akhir April. Karena sepanjang musim dingin dari Oktober hingga awal April, salju menutupi kawasan itu, termasuk koridor ini. Siang itu, dinding salju yang mengapit jalan aspal selebar 6 meter itu masih menjulang tinggi. Tapi sampai Agustus nanti perlahan salju meleleh, berangsur –angsur dinding akan menyusut, memendek.
Di sepanjang dinding salju, banyak pengunjung menorehkan tangan, menuliskan namanya atau nama orang-orang yang dikasihinya. Lalu mereka berfoto di depan goresan nama-nama itu.
Tengah hari, saya dan rombongan makan siang di tempat makan yang tak jauh dari Hotel Tetayama. Menunya bento, lunch box yang terdiri dari nasi putih, sushi, tempura, dan sup bakso ayam. Hidangan penutupnya, oca panas, sejenis teh hijau yang lumayan berhasil menaklukkan dingin.
Baca lengkap Perjalanan ENI SAENI selama di Jepang di Koran Tempo Minggu, 23 Juni 2013.