TEMPO.CO , Payakumbuh - Datanglah ke Payakumbuh. Kota kecil, sekitar 30 kilometer dari Bukittinggi, Sumatera Barat, itu tak hanya kaya aneka jenis rendang. Kini, Payakumbuh telah melangkah lebih jauh dibanding kota lain di Sumatera Barat: sebagai kota penghasil rendang kemasan.
Payakumbuh berbeda dengan daerah penghasil rendang lainnya di Minang, seperti Padang dan Bukittinggi, yang hanya melayani pembeli dan pemesan di rumah makan atau katering. Rendang Payakumbuh telah dikemas dan dilempar ke pasar di Sumatera Barat dan luar daerah, bahkan luar negeri.
“Yang paling laris saat ini adalah rendang kering karena daya tahannya lebih lama, bisa sampai 6 bulan, seperti rendang telur, rendang suwir, dan rendang paru,” kata Fahdia Ilham, pemilik usaha Rendang Nikmat di Balai Nan Duo, Payakumbuh.
Dalam sehari, Rendang Nikmat mengolah 20 kilogram daging untuk rendang suwir, 15 kilogram paru, dan 80 butir telur. Produk rendang kering paru dan daging suwir dijual dengan harga Rp 40 ribu per kemasan kotak dengan berat 250 gram, sedangkan rendang telur Rp 15 ribu dengan kemasan 250 gram.
Rendang Nikmat juga dijual ke Batam, Bandung, Pekanbaru, Jakarta, Surabaya, dan diekspor ke Amerika Serikat. “Ada juga yang minta kirim ke Jepang, semua bisa dipesan lewat SMS atau online,” ujar Fahdia.
Fahdia telah merintis bisnis rendang sejak 2002. Tapi bisnisnya baru mulai berkembang sekitar 3 tahun lalu, setelah dia membuat rendang dalam kemasan. “Kemasan ini dibantu pemerintah Payakumbuh, begitu juga pengurusan izin BPOM, sertifikat halal dari MUI, dan barcode, sehingga kami bisa memasukkan produk ke mal-mal,” katanya.
Selain di mal-mal, rendang Payakumbuh laris-manis di sejumlah toko oleh-oleh khas Minang di Padang. Toko khusus pusat oleh-oleh Keripik Balado Christine Hakim di Jalan Nipah, Padang, dalam sepekan rata-rata menjual 300 kotak rendang kering Payakumbuh berisi 250 gram. Toko makanan khas Keripik Balado Shirley di Jalan Hayam Wuruk, Padang, juga ramai dikunjungi wisatawan yang membeli rendang Payakumbuh.
“Yang banyak beli itu wisatawan, rata-rata kalau hari biasa bisa terjual 300 bungkus rendang per minggu, sedangkan kalau liburan bisa sampai 500 kotak per minggu. Rendang menjadi makanan nomor dua yang terlaris, terutama rendang suwir,” ujar Shirley, pemilik toko Keripik Balado Shirley. Dari pemasok berbagai merek rendang Payakumbuh, Shirley mengambil untung Rp 5.000 per bungkus.
Yang menarik, belakangan ini di Payakumbuh juga mulai tumbuh dan berkembang aneka kreasi baru rendang yang bukan resep warisan. Misalnya, rendang suwir daging ayam dan rendang ikan tuna yang dibuat Haris Budiman dari Dapoer Rendang Riri di Jalan Tan Malaka. Menurut Haris, kedua kreasinya itu melengkapi aneka jenis rendang kering yang dijualnya, seperti rendang telur, rendang daging suwir, rendang paru, dan rendang ubi kayu campur teri.
Rendang Riri, yang dimulai sejak 2002, kini produksinya makin meningkat, apalagi saat masa liburan. Rendang Riri lebih banyak memproduksi rendang telur, rendang suwir, dan rendang paru. Dalam satu hari, rata-rata produksi rendang 15 kilogram daging untuk rendang suwir, 300 butir telur untuk rendang telur, dan 15 kilogram paru untuk rendang paru. Dari bisnis rendang rumahan dengan tujuh pekerja, Rendang Riri meraup omzet Rp 150 juta per bulan. “Tapi saya tidak tertarik menjual ke mal atau supermarket, lebih baik ke pasar khusus makan khas, lebih cepat habis,” kata Haris.
Menurut dia, booming rendang ini mulai melambung sejak mendapat iklan gratis dari jaringan televisi CNN yang menyatakan rendang adalah salah satu makanan terlezat di dunia. “Sejak itu, dari mana-mana orang mencari rendang sampai ke mari,” kata Haris.
FEBRIANTI (PAYAKUMBUH) | DIAN YULIASTUTI (JAKARTA)
Terpopuler:
12 Kota Religi Umat Muslim
3 Tempat Wisata ''Aneh bin Ajaib''
Lantaran Difilmkan, 7 Lokasi Wisata Jadi Terkenal
Oasis, Konsisten Menyajikan Hidangan Kolonial
Rendang Bukan Lagi Milik Orang Minang
Rendang Paling Enak Menurut Para Ahlinya
Pelangi di Langit Kiama
Memanjakan Mata di Taman Wisata Selecta