Kampung Mancong, Sungai Ohong
Esoknya, diteruskan mengunjungi Kampung Mancong. Kampung wisata adat Dayak Benuaq. Sekitar 20 kilometer dari Tanjung Isuy. Menempuhnya dengan naik ces membelah Danau Jempang dan menyusuri Sungai Ohong. Pagi-pagi sekali, ces sudah menjemput kami dari atas dermaga Tanjung Isuy. Membawa kami membelah kabut pagi, melewati jantung Danau Jempang yang dipenuhi burung-burung berkicau. Banyak kampung rawa yang kami temui sepanjan jalan. Hmmm... sepintas ini mengingatkan saya dengan kampung-kampung nelayan suku Bajo.
“Bukan (Suku Bajo). Itu kampung rawa orang Banjar dan Bugis,” ujar Iis yang mengemudikan ces.
Kampung-kampung rawa yang tampak terasing, serba darurat, dan tak teratur itu, ternyata tidak seperti yang saya bayangkan. Keluarga-keluarga di kampung rawa ini umumnya cukup kaya. Hampir setiap rumah memiliki genset listrik sendiri, parabola, televisi ukuran besar, hingga berbagai perlengkapan rumah tangga modern lain.
Di antara rumah-rumah, bertengger beragam jenis satwa rawa yang hidup bebas, seperti rangkong, belibis, kuntul, bangau, angsa, bebek, dan pipit rawa. Sungguh, sebuah ekosistem lahan basah (wetland) dengan keanekaragaman tinggi yang pernah saya temui. Hebatnya, ekosistem liar yang kaya ini bukan berada dalam kawasan taman nasional atau suaka alam, tapi semua hidup bebas. Rangkong dan Belibis langka, biasanya hanya bisa ditemui di kebun binatang. Di sini hidup bebas dan jumlahnya ratusan.
Memasuki Sungai Ohong, lebih seru lagi. Di kanan-kiri dipenuhi pohon Dipterocarpacea dan hutan bakau yang dipenuhi burung rawa, kera ekor panjang, bekantan, biawak, ular, elang, hingga sarang lebah. Bekantan melompat dari pohon ke pohon, sungguh sensasional seperti sedang berjalan di tengah kebun binatang.
Kampung Mancong akhirnya ketemu di ujung Sungai Ohong, sekitar dua jam perjalanan dari Tanjung Isuy. Kehidupan adat masyarakat Dayak Benuaq yang lebih puritan berlangsung di sini. Dua lamin besar tampak terawat baik. Kuburan-kuburan kuno yang menyimpan tulang-tulang jenazah pada kotak-kotak penyimpanan kayu masih bisa ditemui di sini. Juga sebuah toko suvernir yang menyediakan aneka macam kerajinan suku Dayak Benuaq asli. Terutama patung-patung primitif bertema binatang khas Dayak Benuaq.
“Semua agama ada di sini, dan kami sangat menghormati adat,” ujar Rusman, pengurus lamin adat Kampung Mancong. Menurut Rusman, tamu atau turis diperbolehkan tinggal di Lamin adat Mancong jika ingin mengenal kebudayaan Dayak Benuaq lebih dalam. Juga tersedia paket-paket penyambutan adat jika turis menginginkan.