TEMPO.CO, Bandung - Asap putih dan aroma ikan berhamburan tiap kali penutup panci dibuka. Puluhan siomay di dalamnya berbaris melingkar mengikuti bentuk pengukus. Bentuknya terlihat tak biasa karena tiap potong siomay punya rasa berbeda yang bisa dikenali dari bagian atasnya. Ada irisan bakso, keju, sosis, taburan kornet, dan siomay polos.
Lima jenis siomay unik itu racikan Saung Siomay di Bandung. Walau saat digigit terasa kenyal karena ada campuran aci atau tepung tapioka, rasa daging ikan masih sekuat wanginya yang menggoda. “Semuanya asli memakai ikan tenggiri,” kata Rifsan Chau, pembuat sekaligus pemilik Saung Siomay, kepada Tempo, Ahad, 19 Februari 2012.
Ikan dan tepung aci ukurannya diolah 3 berbanding 1 atau 1 kilogram aci untuk 3 kilo ikan tenggiri. Bumbu lainnya, yaitu garam, gula, bawang putih, serta batang daun bawang yang berwarna putih karena rasanya lebih kuat daripada daunnya yang hijau. Demi alasan kesehatan pembeli, menurut lelaki yang akrab disapa Chau itu, ia sengaja tak memakai monosodium glutamate alias MSG.
Siomay topping bakso, sosis, dan kornet, rasanya masih bisa terpisah di mulut. Masing-masing saling beradu dengan rasa ikan tenggiri. Tapi siomay dengan irisan keju, keduanya bisa menyatu dan memunculkan sensasi baru. “Saya paling suka yang (siomay) keju, rasanya enak dan beda,” kata seorang pelanggan, Siti Rodiah.
Warga Jalan Buah Batu, Bandung, itu suka membeli untuk dimakan bersama keluarga, rekan di kantor, dan menjamu tamu. Sedangkan untuk bumbunya, perempuan separuh baya itu menyukai kuah asam manis. “Rasanya lebih segar dengan sedikit pedas,” ujarnya.
Baca juga:
Keistimewaan lain Saung Siomay memang terletak pada bumbu pendampingnya. Chau membuat dua jenis tambahan sesuai permintaan pelanggan. Selain bumbu kacang yang sudah lazim, ada kuah kaldu bening seperti kuah bakso, juga kuah asam manis. Bumbu asam manis dibuat tanpa cuka, melainkan buah asam manis yang dimasak dengan air, gula merah, garam, dan bawang putih. Rasanya mirip kuah pempek. Penyajiannya dicampur sekaligus di dalam mangkuk.
Proses pembuatan lainnya yang menarik yaitu pemakaian air bengkoang sebagai perekat ikan dengan tepung aci sehingga adonan tidak berantakan. Temuannya itu sebagai pengganti minyak babi yang biasa dipakai pada resep asli siomay. Bahan pengganti agar siomay buatannya itu halal diperoleh dari rekannya yang pernah kuliah di Institut Pertanian Bogor.
Siomay buatannya, kata Chau, sebenarnya dibuat sejak 1990. Pelanggan rutinnya sejumlah rumah makan, hotel, juga tempat kuliner lainnya yang menjual kembali siomay dengan nama penjualnya. Nama Saung Siomay sendiri baru dipakai beberapa tahun lalu setelah Chau mendapat masukan dari rekannya yang bekerja sebagai konsultan kuliner. “Sekarang mitra penjual harus memakai juga label Saung Siomay,” katanya.
Saung Siomay kini belum punya tempat berjualan sendiri setelah beberapa kali menyewa kios, seperti di Jalan Bahureksa dan Jalan Taman Sari, Balubur. Namun siomay 5 rasa tersebut bisa dinikmati di Kedai Siomay Jalan Merkuri Utama V Margahayu dan Warung Ngebul di daerah Simpang Jalan Dago. Di Jakarta, siomay itu sepekan lalu juga sudah bisa ditemui di Warung Penting Banget Jalan Borobudur, Jakarta Timur.
Selain itu, mobil Saung Siomay tiap Ahad pagi hingga tengah hari mangkal di seberang Museum Geologi Jalan Diponegoro. Setiap pekan, penjualan siomay berkisar 4.000-10.000 buah dalam bentuk matang dan mentah yang dibekukan. Harga siomay berkisar Rp 2.500- 3000 per buahnya.
ANWAR SISWADI