TEMPO.CO, Solo - Museum Tumurun Solo memamerkan berbagai karya seni rupa dalam sebuah pameran bertajuk Kiwari: Narasi Identitas dan Kefanaan mulai Ahad, 21 Mei hingga 21 November 2023. Pameran dihadiri dan dibuka secara resmi oleh Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di museum yang berlokasi di Jalan Kebangkitan Nasional Nomor 2, Sriwedari, Solo, Ahad sore.
Pameran itu menampilkan beragam karya dari enam belas seniman perempuan, di antaranya Melati Suryodarmo, Emiria Soenassa, Rita Widagdo, Dolorosa Sinaga, Mella Jaarsma, IGAK Murniasih, Arahmaiani, Syagini Ratna Wulan dan Nadiah Bamadhaj.
Karya-karya yang ditampilkan dalam pameran di antaranya berupa lukisan, patung, seni instalasi dan karya seni audio visual. Bertugas sebagai kurator dalam pameran itu adalah Gintani Swastika.
Susi dalam sambutannya mengapresiasi penyelenggaraan pameran, termasuk keberadaan Tumurun Museum Solo yang telah didirikan oleh Iwan Kurniawan Lukminto. Iwan adalah putra dari mendiang HM Lukminto yang merupakan pendiri Sritex.
“Saya pikir inisiatif pak Wawan (Iwan Kurniawan Lukminto) untuk membuat museum ini terus hidup dan sharing karya-karya seni yang cantik. Dan belum tentu banyak orang punya kesempatan untuk melihat kalau tidak dipamerkan seperti ini,” kata Susi.
Susi mengaku hidupnya terapresiasi dengan melihat karya seni. Baginya, melihat karya seni di tengah situasi politik yang memanas adalah cara terbaik untuk menangkan hati dan pikiran.
“Mungkin ini suatu hal yang sangat baik dan apalagi pada saat kita ini memanas politik menonton seni ini kan bikin luar biasa adem hati,” kata Susi.
Gintani Swastika selaku kurator pameran mengatakan kiwari merupakan kata dalam bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Sunda yang berarti masa kini atau kontemporer. Kiwari digunakan untuk mencerminkan situasi-situasi kontemporer yang ditemui seniman dari berbagai latar belakang identitas, pengalaman dan rentang hidup.
"Lintasan waktu yang sifatnya sementara atau temporer dan subjektif menjadikan pilihan tema Kiwari sebagai alat bantu untuk membaca kekaryaan enam belas seniman pada pameran ini," kata Gintani.
Serangkaian pilihan karya dari koleksi Museum Tumurun ini mewakili kompleksitas ide dan gagasan pemikiran para seniman, terutama narasi-narasi mengenai temporalitas, relasi kuasa, materialitas, spiritualitas, identitas dan memori. "Melalui eksplorasi identitas dan kefanaan, para seniman memprovokasi kita untuk merenungkan kembali kehidupan, ingatan, dan peristiwa-peristiwa penting yang membentuk kedirian kita," kata Gintani.
Setiap seniman menghadirkan perspektif dan gaya yang khas pada narasi-narasi tersebut dan menghasilkan ragam bahasa ungkap yang berbeda satu dengan lainnya. Eksplorasi materialitas diwujudkan dalam berbagai medium seperti lukisan, patung, instalasi, performance art dan karya audiovisual.
"Wacana mengenai relasi kuasa tersampaikan dengan apik dalam olahan tanda yang metaforis dan dekat dengan kehidupan sosial, tubuh, serta ragam benda atau tanda yang dijumpai sehari-hari," kata Gintani.
Ia menambahkan karya-karya dalam pameran itu adalah manifestasi atas pengalaman individu dan kolektif dalam menavigasi relasi yang kompleks antara situasi politis, alam fisik, dan spiritual serta cara mereka bersinggungan dan mempengaruhi satu sama lain. "'Kiwari: Narasi Identitas dan Kefanaan' adalah perayaan kekayaan dan keragaman praktik seni di Indonesia yang menjadi bukti bahwa seni dapat menginspirasi dan menantang kita untuk berpikir lebih dalam tentang kedirian, relasi kuasa yang membentuknya, sekaligus merenungkan siklus dan ritme hidup," kata Gintani.
Pilihan Editor: Lebih dari 100 Agenda Budaya Bakal Digelar di Yogyakarta Selama 2023
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.