TEMPO.CO, Yogyakarta - Selain menjadi destinasi wisata favorit, Yogyakarta kerap masuk daftar sebagai salah satu tempat untuk menghabiskan masa tua seseorang.
Suasana daerah Yogya yang sebagian besar masih asri, minim polusi karena bukan kota industri dan biaya hidup yang relatif murah, membuat sebagian masyarakat berburu hunian untuk menetap di Kota Gudeg itu. Namun, belakangan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sedang ramai kasus mafia tanah kas desa (TKD).
Sejumlah lahan perumahan disegel pemerintah daerah dan makan korban karena ternyata dibangun di atas lahan TKD. Mayoritas penyalahgunaan TKD tersebut berkedok investasi hunian murah, dari pengembang perumahan hingga lurah pun ditangkap dan ditahan, sementara korban terkatung-katung nasibnya.
Lantas bagaimana agar tak menjadi korban selanjutnya?
"Kasus pelanggaran pemanfaatan TKD ini ada dua jenis, yakni menggunakan tidak sesuai izin peruntukannya, dan tanpa izin sama sekali," kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY Noviar Rahmad, Kamis, 18 Mei 2023.
Yang menjadi persoalan, tanah tanah yang disalahgunakan itu lantas dibuat bangunan dan kemudian diperjualbelikan dengan iming-iming harga murah. Pembeli dibuat percaya meski tanpa menerima sertifikat hak milik atau SHM, melainkan semacam surat perikatan investasi alias SPI.
Surat investasi ini diberikan agar pembeli percaya bahwa propertinya bisa disewakan pihak lain sebagai hunian layaknya apartemen atau vila. Padahal sesuai regulasi dalam Peraturan Gubernur DIY Nomor 34 Tahun 2017, tanah kas desa atau pelungguh atau pangarem-arem itu hanya bisa dipakai untuk kepentingan umum warga desa alias bukan diperjualbelikan dan kepentingan pribadi.
"Asal usul tanah desa di DIY tersebut merupakan hak milik Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman, yang pemanfaatan diserahkan kepada desa dan harus mendapatkan izin tertulis dari Kasultanan atau Kadipaten," kata Noviar. "Yang marak di Yogya sekarang ini terkait pemanfaatan TKD yang tidak memiliki izin dan tidak sesuai peruntukannya dengan membangun rumah tinggal kemudian diperjualbelikan."
Noviar mengatakan masih ada persoalan yang harus dihadapi masyarakat yang menjadi korbannya. Problematika tersebut harus ada jalan keluarnya meskipun dari segi pertanggungjawaban berada di tangan pengembang, namum kehadiran pemerintah disini sangat diperlukan apakah dari kelurahan bisa melakukan mediasi ataupun dari instansi terkait.
"Sayangnya belum ada solusi mediasi seperti itu, masalah warga yang jadi korban penipuan ini justru akan menjadi bola salju," kata Noviar. "Masyarakat yang menjadi korban biasanya tergiur iming-iming harga murah properti tanpa mengecek regulasi dan status tanahnya."
Masyarakat yang ingin membeli rumah, kata Noviar, bisa mengecek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat agar tidak tertipu membeli properti di lahan TKD yang jelas tidak boleh dibangun perumahan. "(Penipuan) ini sasaran utamanya masyarakat dari luar Yogya, dimana mereka tidak paham dengan adanya TKD di DIY," ujarnya.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sudah menginstruksikan segala kasus penyalahgunaan TKD harus ditindak tegas. "Kami tidak melihat siapa pelakunya, tetapi yang kami lihat bangunan yang berdiri tidak memiliki izin sehingga menjadi dasar melakukan penindakan," ujarnya.
Pilihan Editor: Satpol PP Yogyakarta Segel Vila Hingga Restoran yang Pakai Tanah Kas Desa Secara Ilegal
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram "https://tempo.co" Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu