Benteng Pertahanan Keraton Yogyakarta
Warga berkostum Bregada mengikuti kirab di kawasan Malioboro, Yogyakarta, Senin, 3 Januari 2021. Kirab yang diikuti paguyuban Bregada Rakyat DIY, Polri dan TNI tersebut memperingati peristiwa pemindahan Ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta pada Januari 1946 silam. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Yudha menjelaskan, selain dibentengi kampung-kampung yang dihuni prajurit dari berbagai kesatuan, Keraton Yogyakarta juga memiliki benteng pertahanan terluar yakni pondok di desa-desa untuk menghadapi musuh pertama kali jika terjadi perang sebelum perjanjian Giyanti lahir. Pertahanan terluar Keraton Yogyakarta itu, kata Yudha, terkonsolidasi melalui Masjid Pathok Negara.
"Pondok di desa-desa itu diisi santri sebanyak mungkin yang dipimpin oleh penghulu Pathok Negara dan kyai," kata dia. "Santri santri itu tak hanya diajari bertani, namun juga menjaga keamanan, jadi kalau ada tentara Belanda masuk wilayah Yogya harus terfilter dulu lewat pondok pondok yang dipimpin ulama setempat," kata Yudha.
Yudha menambahkan, memasuki era kepemimpinan Sri Sultan HB IX, prajurit Keraton mengalami pergeseran fungsi karena desakan dari Belanda. Sejak saat itu, tugas prajurit keraton adalah melanjutkan dan melestarikan Keraton Yogyakarta lantaran mreka tak lagi berperang. Prajurit bertugas mengisi agenda budaya, keagamaan seperti Grebeg dan perkawinan agung.
"Meskipun di satu sisi bregada itu tetap melaksanakan tugas, menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan Keraton juga membantu abdi dalem," kata dia.
Kerabat keraton lainnya yang merupakan cucu Sultan HB VIII, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat menuturkan pada periode 1945 hingga 1970 atau di bawah Sultan HB IX, prajurit Keraton Yogyakarta sempat dibekukan sementara. Tindakan itu untuk merumuskan fungsi keprajuritan di era modern.
Sultan HB IX melihat Belanda menginginkan pimpinan prajurit Keraton diambil dari unsur kolonel Belanda. Permintaan itu ditolak Sultan HB IX. Agar unit keprajuritan tetap bisa dipertahankan dan di bawah instruksi Sultan, akhirnya tampilan prajurit perang Keraton diubah. Pakaian tempurnya diganti dengan pakaian untuk upacara adat yang lebih berwarna dan meriah penuh atribut seperti saat ini.
"Dulu Belanda sangat khawatir dengan unit keprajuritan Keraton terutama setelah Keraton Yogya menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia," kata dia.
Pilihan Editor: Ada Pasukan Bregada Khusus Malioboro Yogyakarta, untuk Berjaga atau Wisata?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.