TEMPO.CO, Jakarta - Liburan akhir pekan di Kota Bandung saat musim hujan tidak direkomendasikan berwisata di alam terbuka. Daripada basah kuyup, berkunjung ke tempat tertutup seperti sanggar seni, museum atau pusat budaya lebih direkomendasikan. Salahsatu tempat yang cocok adalah Saung Angklung Udjo.
Saung Angklung Udjo merupakan tempat wisata di Bandung. Di dalamnya terdapat arena pertunjukan, pusat kerajinan bambu dan workshop pembuatan alat musik bambu.
Di area saung, pengunjung bisa merasakan langsung memainkan musik angklung secara orkestra meski tak bisa main musik. Di arena pertunjukkan, semua pengunjung akan diberikan satu angklung dengan nada tertentu.
Di tengah arena, seorang dirigen akan memberikan kode khusus melalui tangannya. Pengunjung tinggal mengikuti kode tangan dari dirigen. Seperti dihipnotis, semua pengunjung memainkan beragam lagu-lagu indah secara harmonis bersama-sama.
Sejumlah tokoh terkenal telah merasakan pengalaman bermain orkestra angklung melalui tangan kreatif para seniman angklung. Sebut saja pembalap Marc Marquez, hingga sejumlah pemimpin negara delegasi Konferensi Asia Afrika di tahun 1955.
Orkestra angklung juga tercatat telah memukau warga dunia, mulai dari benua Amerika, berbagai negara Eropa hingga markas Unesco di Prancis.
Saung Angklung Udjo didirkan oleh Udjo Ngalagena pada tahun 1966. Ia merupakan anak keenam dari pasangan Wiranti dan Imi. Udjo Ngalagena atau Mang Udjo lahir pada 5 Maret 1929. Udjo kecil sudah memperlihatkan bakatnya dan ketertarikannya dalam dunia seni, musik dan budaya.
Dilansir dari angklung.udjo.co.id Udjo mempelajari Angklung dalam dua tangga nada dasar, yaitu diatonik dan pentatonik, hal ini menjadikannya mahir untuk memainkan berbagai jenis musik, mulai dari musik tradisional Sunda dan lagu-lagu popular Indonesia dan Belanda
Piawai dalam dunia seni, ia kemudian menjadi guru kesenian di beberapa sekolah di Bandung. Ia juga belajar kesenian pada maestro kesenian Sunda. Mereka adalah Mang Koko sang ahli Kecapi, Rd. Machyar Angga Kusumahdinata seorang guru gamelan dan Daeng Soetigna sang inventor Angklung diatonik. Gayung bersambut, Udjo kemudian jadi asisten Daeng Soetigna dan memimpin pertunjukan musik.
Kecintaan Udjo pada dunia seni didukung oleh sang Istri, Uum Sumiati. Mereka kemudian mendirikan Saung Angklung Udjo atau SAU. Mereka dikaruniai 10 orang putra dan putri. Bak buah jatuh tak jauh dari pohonnya, mereka mewarisi hasrat dan kecintaan Udjo Ngalagena kepada Angklung.
Dalam masa mendirikan SAU, Udjo Ngalagena menyerap filosofi 5M dari gurunya, yakni Daeng Soetigna untuk menerapkannya sebagai konsep Saung Angklung Udjo. 5M tersebut adalah Murah, Menarik, Massal, Mudah dan Mendidik. Seiring waktu berjalan, Udjo menyempurnakannya dengan penambahan konsep 'Meriah'.
Mang Udjo wafat pada 3 Maret 2001. Kiprah SAU dilanjutkan oleh Sam Udjo, anak keduanya. Ia saat ini menjabat sebagai Ketua Yayasan Saung Angklung Udjo dan terus bergerak di bidang kesenian, wisata edukasi dan kebudayaan.
NOVITA ANDRIAN
Pilihan Editor: Jalan-jalan ke Bandung? Tempat Wisata Edukasi Ini Wajib Dikunjungi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.