TEMPO.CO, Jakarta - Sleep tourism atau wisata tidur adalah salah satu tren wisata yang cukup berkembang pada 2022. Tren wisata ini pun diprediksi akan makin berkembang seiring makin banyaknya hotel yang menyediakan layanannya.
Apa itu wisata tidur?
Wisata tidur mungkin terdengar aneh saat orang pergi berlibur hanya untuk mendengkur. Tapi, tren wisata ini berfokus pada pengalaman tidur dan perbaikan pola tidur, yang akhirnya berdampak pada kesehatan.
Layanannya biasanya berupa penggabungan masa inap dengan layanan bertema tidur yang mencakup konsultasi dengan dokter, tempat tidur AI (Kecerdasan Buatan) yang membuat penyesuaian waktu nyata untuk tidur yang optimal dan bahkan suntikan suplemen berbasis melatonin. Semua dalam upaya untuk membantu tamu mendapatkan kembali siklus tidur untuk liburan restoratif terbaik.
Pengaruh Covid-19
Meskipun wisata tidur bukanlah hal baru, tidur telah menjadi kemewahan baru yang dicari para pelancong. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh pergeseran seismik dalam kesadaran kolektif dan prioritas pada kesehatan dan kesejahteraan, menurut Rebecca Robbins, peneliti tidur dan penulis Sleep for Succes!
Menurut Rebecca, industri perhotelan di masa lalu cenderung berfokus pada hal-hal yang mengurangi kualitas tidur yang baik, mulai dari makanan dekaden yang akan memperpanjang waktu tidur, atraksi dan aktivitas yang mengurangi waktu tidur. Namun, dengan Covid-19, perhatian terhadap tidur semakin meningkat karena banyak yang mengalami kesulitan tidur.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Sleep Medicine menemukan bahwa 40 persen dari lebih dari 2.500 orang dewasa yang ikut serta melaporkan penurunan kualitas tidur mereka sejak awal pandemi. CNA juga melaporkan bahwa hampir enam dari 10 orang Singapura tidak bisa tidur nyenyak karena Covid-19, sebuah temuan yang dihasilkan dari survei tidur global Philips yang dilakukan pada 2021.
Tidur juga terkait dengan umur panjang (penuaan dan degenerasi yang lebih lambat). Beristirahat dengan baik dapat menurunkan risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung atau gangguan metabolisme seperti resistensi insulin dan akibatnya diabetes, dan bahkan penurunan kognitif seperti demensia yang semuanya dapat memengaruhi kualitas hidup.
Pengalaman wisata tidur
Perancang web, Annie Theeng adalah salah satu yang melakoni wisata tidur ini pada awal 2022. “Itu adalah istirahat yang sangat kami butuhkan. Kami baru saja punya bayi tak lama setelah COVID dimulai," kata dia.
Annie mengalami depresi pasca melahirkan yang juga membuat pernikahannya tegang. Mereka nyaris berpisah, tetapi untungnya suaminya sangat sabar dan mendukung. Bagaimana mereka akhirnya pergi melakukan wisata tidur pertama mereka adalah murni kebetulan.
"Suatu hari dia bertanya apa yang saya inginkan. Saya tidak mengatakan apa-apa selain tidur. Kami menertawakannya sekarang, tapi itu mungkin menyelamatkan pernikahan kami," kata Annie.
Mereka memesan wisata tidur di Thailand yang menawarkan program Sleep Enhanchement. Menginap selama sepekan, mereka mendapat layanan makan lengkap, transfer bandara, konsultasi kesehatan dan pemeriksaan kesehatan, termasuk mendapat penanganan dari naturopath, praktisi TCM dan bahkan pelatih kehidupan untuk menemukan mereka terapi tidur dan praktik gaya hidup yang dapat mengatasi insomnia. Annie dan suami mengaku merasakan kualitas tidur mereka membaik karena mereka mengikuti latihan dan menerapkannya ke dalam kehidupan mereka ketika mereka kembali dari wisata tidur.
CHANNEL NEWS ASIA
Baca juga: Tren Wisata 2022: Banyak Orang Lakukan Perjalanan Spontan, Destinasi Religi Diminati
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.