TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang tahun baru Imlek pada Minggu, 22 Januari 2022, kelenteng-kelenteng mulai dipersiapkan untuk merayakan hari besar tersebut. Berbagai pernak-pernik khas Oriental dipasang untuk mempercantiknya. Hal ini membuat wisatawan tertarik untuk berkunjung.
Bukan hanya pernak-pernik yang cantik, kelenteng-kelenteng itu juga menarik karena cerita di baliknya. Banyak kelenteng bersejarah yang mencatat kisah keberadaan warga Tionghoa di daerah masing-masing.
Berikut tujuh kelenteng bersejarah di Indonesia yang bisa dikunjungi saat libur Imlek 2023.
1. Kelenteng Boen Tek Bio, Tangerang
Namanya berasal dari kata Boen (benteng), Tek (Kebajikan), dan Bio (rumah ibadah) yang dimaknai sebagai tempat atau wadah bagi sastrawan yang memiliki kebijaksanaan. Menurut laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, klenteng yang terletak di jalan Bhakti No, 14, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten, itu diperkirakan didirikan sekitar tahun 1684 oleh penduduk Kampung Petak Sembilan. Sebagian besar penduduk di daerah itu adalah orang Tionghoa. Diperkirakan mereka menempati kawasan muara Sungai Cisadane (Teluk Naga) sejak 1407.
Bangunan awal kelenteng ini sederhana dan semipermanen. Ketika jalur perdagangan di sekitar wilayah Sungai Cisadane mulai ramai pada abad ke-17, klenteng ini pun dibangun dan sempat beberapa kali mengalami renovasi sampai bentuknya saat ini.
2. Kelenteng Tay Kak Sie, Semarang
Kelenteng Tay Kak Si merupakan salah satu Kelenteng terbesar dan terlengkap di Semarang. Terletak di di Gang Lombok No. 62 Kelurahan Purwadinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Klenteng Tay Kak Sie awalnya bernama Kelenteng Kwam Im Ting yang didirikan oleh seorang pedagang yang bernama Kho Ping dan Bon Wie serta dibantu kawan-kawan mereka. Kelenteng ini didirikan pada 1746 untuk memuja Yang Mulia Dewi Welas Asih, Kwan Sie Im Po. Namun, klenteng ini berkembang digunakan untuk memuja berbagai Dewa-Dewi Tao. Nama Tay Kak Sie yang berarti “Kuil Kesadaran Agung” tertulis pada papan nama besar di pintu masuk Kelenteng.
3. Kelenteng Kwan Sing Bio, Tuban
Menurut laman Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Tuban, Jawa Timur, klenteng ini merupakan satu-satunya kelenteng di Asia Tenggara yang menghadap ke laut. Kelenteng ini diperkirakan didirikanpada 1773 silam. Nama Kwan Sing Bio berarti tempat pemujaan dan penghormatan kepada Dewa Kwan Kong. Tempat ini ramai dikunjungi saat ulang tahun Dewa Kwan Kong dirayakan pada 24 bulan 6 dalam sistem penanggalan Tionghoa
Salah satu keunikan kelenteng ini adalah pada gerbang masuk yang terdapat Gapura kepiting raksasa, karena dahulu kawasan ini merupakan tambak yang banyak kepitingnya.
4. Kelenteng Chandra Nadi, Palembang
Klenteng ini sering juga disbeut dengan kelenteng Dewi Pengasih atau Soei Goeat Kiong. Berada di Jalan Perikanan, Kelurahan 10 Ilir, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kota Palembang, kelenteng ini konon didirikan pada 1839 menurut tulisan Cina di papan pintu masuk. Bangunan sekarang ini konon merupakan pengganti kelenteng lama yang terbakar puluhan tahun sebelumnya.
Klenteng ini merupakan tempat penghormatan atau pemujaan terhadap Dewi Kwan Im (Dewi utama). Secara umum kelenteng ini mempertahankan bentuk arsitektur Cina yang kuat, seperti terlihat pada bentuk atap, pintu, dindingnya, warna-warna dominan dalam kebudayaan cina (merah) dan ornamen-ornamen dalam mitologi cina.
5. Kelenteng Tek Hay Kiong, Tegal
Klenteng ini merupakan bukti keberadaan etnis Tionghoa di Tegal yang sudah ada pada masa kolonial. Masyarakat percaya bahwa kelenteng ini didirikan pada 1690, tapi ada juga yang menyebutnya dibangun pada 1760 oleh seorang Kapiten atau Kapten Souw Pek Gwan dengan nama Kelenteng Cin Jin Bio.
Pada 1873, klenteng ini direstorasi oleh Kapiten Tan Koen Hway yang saat itu menjadi kapiten di Kota Tegal. Dewa yang disembah di kelenteng ini adalah Tek Hay Cin Jin yang konon pernah menetap di Tegal dan dikenal sebagai sosok perlawanan terhadap VOC saat terjadinya pembantaian warga Tionghoa di Batavia pada 1740.
6. Kelenteng Kim Tek Le, Jakarta
Dibangun pada 1650, Kelenteng Kim Tek Le yang terletak di Jl. Kemenangan III No. 13 (Petak 9) Glodok, Jakarta Barat, ini disebut sebagai kelenteng tertua di Jakarta. Kelenteng ini didirikan oleh seorang Letnan Tionghoa bernama Kwee Hoen dan dinamakan Koan Im Teng. Kelenteng ini sempat dirusak pada tragedy pembantaian Angke pada masa kolonial Belanda.
Pada 1755, Kapten Oie Tjhie memugar kembali klenteng itu dan dinamai Kim Tek le yang berarti klenteng kebajikan emas. Nama ini memuat pesan agar manusia tidak hanya mementingkan materi, tetapi juga kebajikan sesama manusia.
7. Kelenteng Liong Hok Bio, Magelang
Kelenteng Liong Hok Bio dibangun Kapitien Be Koen Wie (Tjok Lok), seorang saudagar kaya dari Kota Solo. Dia pindah tugas ke Magelang atas perintah Belanda. Dia mendirikan bangunan ini di atas tanah yang dia hibahkan.
Terletak di Jalan Alun-alun Selatan No 2, Kota Magelang, kelenteng ini merupakan yang Magelang. salah satu ciri khasnya adalah wadah hio atau hiolo raksasa dengan tinggi 158 sentimeter, diameter 188 sentimeter dan berat 3,8 ton.
Baca juga: Makna di Balik Ritual Kimsin, Prosesi Penyucian Patung Dewa Menjelang Imlek
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu