TEMPO.CO, Jakarta - Kuliner malam sudah menjadi tren saat ini. Semarang punya Pasar Semawis di atau dikenal sebagai Waroeng Semawis.
Jurnal berjudul Eksistensi “Pasar Semawis” Sebagai Salah Satu Strategi Revitalisasi Kawasan Pecinan Semarang (2010), gagasan pembuatan pasar ini diawali dari Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata bernama Perkumpulan Kopi Semawis.
Pasar ini diadakan sehubungan dengan hadirnya Pasar Imlek Semawis pada 2004. Ketika itu, pemerintah meresmikan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional di Indonesia. Agenda pasar yang awalnya hanya dibuka ketika menjelang perayaan Imlek, justru saat ini menjadi acara reguler dan permanen.
Penyelenggaraan pasar ini diperkuat juga dengan adanya pencabutan Instruksi Presiden No 14 Tahun 1967 yang melarang perayaan kebudayaan Tionghoa, yang dilakukan langsung oleh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Ini juga yang menandakan awal mula perubahan pada era keterbukaan budaya di Semarang.
Tempatnya di sepanjang jalan Gang Warung, yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Kranggan, Kecamatan Semarang Tengah. Kawasan ini terkenal dengan budaya Tionghoa lokal yang kuat. Oleh karena itu, Pasar Semawis didominasi oleh makanan khas Tionghoa dan Semarang.
Secara administratif Pasar Semawis termasuk dalam wilayah Kelurahan Kranggan, Kecamatan Semarang Tengah. Kawasan Pecinan ini dikenal sebagai kawasan wisata budaya Tioghoa di Semarang.
Pasar Semawis dibatasi oleh deretan bangunan pada kedua sisi jalan, yaitu sisi utara dan selatan. Kulinernya pun dibuka dari tenda-tenda yang berjajar sebagian besar di sisi utara, sedangkan beberapa tenda berada di sisi selatan yang merupakan area makan.