TEMPO.CO, Mataram - Jaje tujak adalah salah satu kuliner khas Lombok yang selalu tersaji di Hari Raya Idul Fitri. Sayangnya, saat ini generasi muda hampir tidak mengenalnya karena perlu teknik tersendiri saat membuatnya.
Proses pembuatan jaje tujak membutuhkan waktu cukup lama. Pengolahan bahan dilakukan tiga hari menjelang lebaran. Jaje tujak terbuat dari ketan hitam dan ketan putih. Masyarakat Jawa biasanya menyebut jaje tujak dengan istilah tetel. Jaje tujak cocok disantap dengan poteng alias tapai ketan.
Warga Dusun Langko Timuq, Desa Langko, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Rahimin mengatakan, proses pembuatan jaje tujak bermula dari memasak ketan sampai matang. Setelah itu dicampur kelapa parut dan ditumbuk sampai lengket atau menyatu antara ketan dengan kelapa parut.
"Setelah tercampur rata, jaje tujak dibentuk bulat maupun kotak dan disimpan di tempat yang sejuk agar tidak mudah mengeras," kata Rahimin pada Selasa, 3 Mei 2022. "Sebelum dimakan, jaje tujak dipotong dadu berukuran sekitar tiga sentimeter lalu disantap dengan tapai."
Seorang pria memotong kuliner khas Lombok, jaje tujak dengan alat yang terbuat dari bambu bernama pejangke. Dok. Istimewa
Arti kata jaje adalah jajan dan tujak adalah ditumbuk. Jadi, nama jaje tujak berarti jajanan yang proses pembuatannya dengan cara ditumbuk. "Dan tradisinya harus dua orang yang menumbuk," ujar Rahimin. Satu orang menumbuk, dan satu orang lagi memegang wadah ketan yang sedang ditumbuk.
Warga Dusun Langko Timuq lainnya, Marinun, 60 tahun, menambahkan, apabila jaje tujak belum habis saat lebaran, maka masyarakat biasanya memotongnya memanjang dan tipis menggunakan alat yang disebut "pejangke". Pejangke terbuat dari bambu sepanjang 40 x 5 sentimeter.
Kuliner khas Lombok, jaje tujak setelah diiris tipis dan dikeringkan. Dok. Istimewa
Jaje tujak dijemur sampai kering sehingga bisa disimpan hingga berbulan-bulan. Jika hendak dikonsumsi, jaje tujak kering tadi dapat dibakar atau digoreng dan paling enak dimakan sambil minum kopi.
Marinun mengatakan, saat ini hanya segelintir orang saja yang masih membuat jaje tujak. "Waktu saya kecil, hampr semua keluarga membuat jajanan ini," katanya mengenang. "Sekarang kalah dengan jajanan yang tinggal beli."
Keluarga Marinun masih mempertahankan kuliner tradisional jaje tujak saat lebaran. Bukan soal rasa, melainkan kesetiaan pada warisan keluarga. "Lebaran rasanya tak lengkap kalau tidak ada jaje tujak," ucapnya seraya berharap kuliner khas Lombok ini tetap lestari.
Baca juga:
Mudik Lebaran Lewat Kudus dan Yogyakarta, Nikmati Wisata Kuliner Khas Berikut
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.