TEMPO.CO, Jakarta - Bagi mereka yang memulai perjalanan internasional, biasanya diperlukan isolasi diri selama dua pekan untuk melihat apakah ada gejala Covid-19 yang muncul. Maka dari itu, muncul istilah travel bubble atau gelembung perjalanan yang dapat menghilangkan masa tunggu itu untuk sekelompok pelancong terpilih dari negara-negara tertentu.
“Dalam sebuah travel bubble, sekelompok negara setuju untuk membuka perbatasan mereka satu sama lain, tetapi tetap menutup perbatasan ke semua negara lain. Jadi, orang bisa bergerak bebas di dalam gelembung, tapi tidak bisa masuk dari luar,” kata Peneliti Universitas Oxford Bidang Mobilitas Sosial dan Metodologi, Per Block, dikutip dari Smithsonianmag.
Sementara kebanyakan orang berlindung di tempat dan banyak negara telah menutup perbatasan mereka untuk mencegah penyebaran virus, beberapa perjalanan penting telah diizinkan. Orang-orang bepergian untuk keadaan darurat keluarga, sementara dokter dan perawat pergi ke tempat-tempat penting untuk membantu merawat mereka yang membutuhkan.
Meskipun isolasi diri selama dua pekan telah berhasil bagi orang-orang yang kembali ke rumah atau tinggal di suatu tujuan dalam jangka panjang, menghabiskan waktu selama itu bukanlah liburan yang ideal bagi sebagian besar pelancong. Block mengatakan bahwa ide travel bubble ini adalah untuk memberikan kebebasan tambahan kepada orang-orang tanpa menyebabkan kerugian tambahan.
Gelembung perjalanan memang membutuhkan sejumlah keyakinan dan kepercayaan di negara-negara mitra dan kemampuan mereka untuk menahan virus, termasuk pengujian secara luas, pelacakan kontak dan karantina yang efektif. Itu sebabnya Block mencatat bahwa waktu termudah untuk membentuk gelembung adalah ketika dua negara tidak memiliki kasus lagi.
Dengan demikian, risikonya sangat rendah dalam mengizinkan pelancong dari negara lain lewat travel bubble. “Gelembung perjalanan juga masuk akal jika negara-negara tetangga memiliki jumlah kasus yang sama dan merespons pandemi dengan cara yang sama. Dalam hal ini, untuk kedua negara tidak perlu menutup perbatasan untuk ‘melindungi’ warganya dari insiden kasus yang lebih tinggi karena pelancong dari negara lain,” kata Block.
BERNADETTE JEANE WIDJAJA | SMITHSONIAN MAGAZINE
Baca juga: Thailand Bahas Rencana Travel Bubble dengan Cina dan Malaysia
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.