Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sejarah Malioboro sebagai Jalan Kerajaan, Jauh Sebelum PKL Malioboro Direlokasi

Reporter

image-gnews
Prajurit budaya berbaju merah mengikuti Kirab Budaya untuk Kemanusiaan Indonesia Timur di sepanjang jalan Malioboro, Yogyakarta, Sabtu (14/04/2012). TEMPO/Suryo Wibowo
Prajurit budaya berbaju merah mengikuti Kirab Budaya untuk Kemanusiaan Indonesia Timur di sepanjang jalan Malioboro, Yogyakarta, Sabtu (14/04/2012). TEMPO/Suryo Wibowo
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Jalan Malioboro telah menjadi salah satu destinasi wisata ikonik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu hal yang membuat Jalan Malioboro ikonik adalah pemandangannya yang dipenuhi oleh Pedagang Kaki Lima atau PKL Malioboro.

PKL di Malioboro kini akan berpindah tempat dari Jalan Malioboro di dua titik relokasi. Para PKL rencananya akan menempati kios baru mereka di bekas bangunan Bioskop Indra yang disebut Teras Malioboro 1, dan di sebelah Hotel Garuda sebagai Teras Malioboro 2.

Jalan Malioboro merupakan jalan yang telah didirikan sejak zaman kerajaan, kolonial, dan bertahan hingga saat ini. Dilansir dari arsipperpustakaan.jogjakota.go.id, Malioboro dibangun bertepatan dengan pembangunan Keraton Yogyakarta. Kala itu, Jalan Malioboro dibangun sebagai manifestasi dari sumbu imajiner yang menghubungkan tiga titik sakral di Jogja, yakni Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan Pantai Selatan.

Selain sebagai manifestasi sumbu imajiner, Jalan Malioboro pada waktu itu juga berfungsi sebagai jalan kerajaan atau rajamarga. Dikutip dari Jurnal Lembaran Sejarah, Jalan Malioboro kerap kali difungsikan untuk menggelar seremoni, perayaan, dan pertemuan dengan tamu-tamu kerajaan. Kondisi ini bertahan hingga Pemerintah Kolonial Belanda datang pada 1790-an.

Kedatangan Pemerintah Kolonial Belanda ternyata tidak menghilangkan fungsi Jalan Malioboro. Jalan yang berada di pusat Kota Yogyakarta tersebut justru semakin populer. Banyak bangunan-bangunan strategis yang dibangun di sekitar Malioboro, seperti The Dutch Club, Benteng Vredeburg, dan kantor-kantor pemerintahan lainnya. Dilansir dari berbagai sumber, bangunan-bangunan tersebut didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk menandingi legitimasi Keraton Yogyakarta pada waktu itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dilansir dari pariwisata.jogjakota.go.id, banyaknya bangunan-bangunan yang berdiri di Jalan Malioboro ketika masa Pemerintahan Kolonial Belanda membuat Jalan Malioboro tidak lagi menjadi jalan kerajaan. Selama masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Jalan Malioboro mulai populer di kalangan umum. Karena itu, banyak masyarakat umum yang kemudian menjadikan Jalan Malioboro sebagai destinasi wisata.

BANGKIT ADHI WIGUNA 

Baca: PKL Malioboro Sudah Pindah Semua, Masih ada Barang yang Tertinggal di Malioboro

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Cerita dari Kampung Arab Kini

3 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.


Liburan di Yogyakarta Semakin Menarik dengan Promo dari Traveloka

6 hari lalu

Liburan di Yogyakarta Semakin Menarik dengan Promo dari Traveloka

Yogyakarta adalah destinasi wisata yang memukau dan layak dikunjungi. Kekayaan budaya dan ragam kulinernya yang enak menjadi alasan terbaik untuk berlibur ke kota ini.


Selama Libur Lebaran, Ratusan Wisatawan di Malioboro Ditegur Petugas Karena Merokok Sembarangan

7 hari lalu

Malioboro Yogyakarta menjadi satu area yang dilalui garis imajiner Sumbu Filosofis. (Dok. Pemkot Yogyakarta)
Selama Libur Lebaran, Ratusan Wisatawan di Malioboro Ditegur Petugas Karena Merokok Sembarangan

Wisatawan banyak yang belum mengetahui bahwa Malioboro termasuk kawasan tanpa rokok sejak 2018.


Yogyakarta Padat saat Libur Lebaran, Jumlah Kendaraan Keluar Lebih Banyak daripada yang Masuk

8 hari lalu

Kendaraan antre memasuki kawasan Jalan Malioboro Yogyakarta, Jumat 12 April 2024. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Yogyakarta Padat saat Libur Lebaran, Jumlah Kendaraan Keluar Lebih Banyak daripada yang Masuk

Pemudik maupun wisatawan yang masuk ke Yogyakarta dengan kendaraan pribadi tak sedikit yang melewati jalur alternatif.


Sembilan Destinasi Wisata Terfavorit Selama Lebaran, Malioboro sampai Bromo

8 hari lalu

Wisatawan memadati kawasan Malioboro Yogyakarta, Jumat 12 April 2024. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Sembilan Destinasi Wisata Terfavorit Selama Lebaran, Malioboro sampai Bromo

Kemenparekraf mengungkap sejumlah destinasi wisata yang menjadi tujuan utama wisatawan selama libur Lebaran 2024.


Puncak Arus Balik, Ini Area Padat Arus Kendaraan di Yogyakarta

10 hari lalu

Sejumlah kendaraan melewati jalan tol fungsional Solo-Yogyakarta yang mulai dibuka untuk pemudik Lebaran 2024 mulai hari ini, Jumat, 5 April 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Puncak Arus Balik, Ini Area Padat Arus Kendaraan di Yogyakarta

Pada masa arus balik, jalan-jalan nasional yang menghubungkan Yogyakarta dengan Jawa Tengah hampir semuanya tersendat.


Libur Lebaran Hampir Selesai, Sleman Siapkan Sederet Event untuk Dongkrak Jumlah Wisatawan

10 hari lalu

Atraksi jathilan di Sleman, DI Yogyakarta. Dok. Istimewa
Libur Lebaran Hampir Selesai, Sleman Siapkan Sederet Event untuk Dongkrak Jumlah Wisatawan

Sleman menggelar sejumlah atraksi, mulai dari kesenian tradisional hingga pentas musik pada 13 hingga 15 April 2024.


Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

11 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Wisatawan Tumplek Bleg di Yogyakarta H+2 Lebaran, Arus Lalin Tugu Hingga Malioboro Padat Merayap

12 hari lalu

Wisatawan memadati kawasan Malioboro Yogyakarta, Jumat 12 April 2024. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Wisatawan Tumplek Bleg di Yogyakarta H+2 Lebaran, Arus Lalin Tugu Hingga Malioboro Padat Merayap

Wisatawan dari berbagai daerah tampak mulai menjejali kawasan pusat Kota Yogyakarta pada H+2 Lebaran atau Jumat 12 April 2024.


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

12 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.