TEMPO.CO, Jakarta - Jamu tak hanya sekadar minuman tradisional, tapi juga salah satu upaya menjaga keanekaragaman hayati, karena bahan-bahannya bersumber dari alam. Mengutip dari situs web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jamu berasal dari bahasa Jawa Kuno, jampi atau usodo (usada) yang memiliki arti penyembuhan menggunakan ramuan, doa atau ajian.
Pemanfaatan ramuan alam untuk tujuan pengobatan telah ada sejak ratusan tahun silam merujuk peninggalan sejarah di daun lontar, prasasti dan relief candi.
Pada 1940, pernah diadakan seminar jamu di Solo, dikutip dari laporan berjudul Jamu Ramuan Tradisional Kaya Manfaat yang diterbitkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah itu dilanjutkan pembentukan panitia yang bertugas untuk mengimbau para saudagar jamu secara sukarela mendaftarkan resep pribadi mereka untuk dinilai oleh Jawatan Kesehatan Rakyat.
Penghujung 1944, diumumkan beberapa tanaman obat terpilih di koran Asia Raya, di antaranya biji kopi dan daun pepaya untuk disentri. Ada pula daun ketepeng, kulit batang pohon pule, daun sirih, bunga belimbing wuluh, dan cengkih.
Pada 1949, pengajar farmakologi Universitas Indonesia membuat daftar tanaman berkhasiat pengganti obat impor. Adapun tanaman itu johar, kecubung, upas raja, kolkisin, dan lidah buaya. Pada 1950, Werkgroep voor Minidinale Plante didirikan untuk memfasilitas seluruh penelitian tanaman obat di Indonesia.
RISMA DAMAYANTI
Baca: 5 Jenis Tanaman Obat yang Mudah Ditanam di Halaman Rumah