TEMPO.CO, Yogyakarta - Wisatawan yang datang ke seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta masih mendapati area persawahan, baik di kota maupun kabupaten. Penataan area persawahan di Yogyakarta yang kini dikombinasikan dengan budidaya ternak ternyata tak lepas dari sejarah.
Wakil Gubernur DI Yogyakarta, Paku Alam X mengatakan, wilayah Kerajaan Mataram, yang kini salah satunya termasuk DI Yogyakarta, pada masa lalu menerapkan konsep pola pertanian Crop Livestock System atau CLS. "Pola pertanian ini mengintegrasikan kegiatan bercocok tanam dengan beternak seperti yang terjadi pada abad ke-17," kata Paku Alam saat membuka Festival Lumbung Mataraman di halaman kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DI Yogyakarta, pada Rabu 24 November 2021.
Paku Alam menjelaslan, Sultan Agung yang memerintah pada 1613-1645 telah menerapkan konsep food estate atau ketahanan pangan. Nilai ini mendorong sistem pertanian berpijak pada pengembangan komoditas lokal, seperti pala kesampar, pala baruwah, pala gumanthung, dan pala kependhem.
Termasuk komoditas padi, dengan melakukan rekayasa dalam intensifikasi tanaman padi. Kerja sama di antara para petani melalui kelompok tani saat itu, menurut Paku Alam, amat kuat, baik, dan tertib dalam pola tanam, penggunaan air irigasi, pengendalian hama dan penyakit, penggunaan peralatan, maupun dalam acara panen.
Wakil Gubernur DI Yogyakarta Paku Alam X membuka Festival Lumbung Mataraman Yogyakarta yang diikuti para petani dari lima kabupaten/kota selama dua hari, Rabu-Kamis, 24-25 November 2021. Dok. Pemda DI Yogyakarta
Pada masa itu, Paku Alam melanjutkan, juga sudah mengenal "dwifungsi" petani. Pertama, peran petani sebagai prajurit kerajaan, dan kedua, peran petani sebagai motor intensifikasi padi. "Festival Lumbung Mataraman ini bertujuan mempromosikan usaha dan produk yang dihasilkan oleh kelompok Lumbung Mataraman dan mengedukasi masyarakat agar memanfaatkan pekarangannya melalui budidaya dan diversifikasi konsumsi pangan," ujarnya.
Dalam Festival Lumbung Mataraman yang berlangsung sampai Kamis, 25 November 2021, Paku Alam berharap masyarakat memahami filosofi 'nandur opo sing dipangan, mangan opo sing ditandur' atau menanam apa yang bisa dimakan, makan apa yang ditanam. "Lumbung Mataraman menjadi ikon pertanian agar masyarakat memanfaatkan pekarangan," katanya.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DI Yogyakarta, Sugeng Purwanto mentatakan, Festival Lumbung Mataraman merupakan lumbung pangan hidup yang berbasis rumah tangga. "Dalam pengembangannya, kami berharap ini menjadi lumbung desa yang dapat mendukung ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan," kata dia.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DI Yogyakarta selama 2017 sampai 2019 telah menumbuhkan Lumbung Mataraman di 36 lokasi yang tersebar di empat kabupaten dan satu kota di DI Yogyakarta. Mulai 2020 dan seterusnya, penumbuhan Lumbung Mataraman dilakukan melalui pemerintah kabupaten/kota. "Selama dua tahun ini terdapat 51 lokasi Lumbung Mataraman," kata dia.
Baca juga:
Yogyakarta Menggelar Promosi Wisata Jogja International Travel Mart
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.