TEMPO.CO, Mataram - Kedai Jendela Laut di Dusun Pelolat, Desa Bengkaung, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), memiliki satu sajian istimewa bernama madu Trigona. Pelayan kedai mencampur madu ini dengan gula merah dan irisan lemon, kemudian menyajikannya di dalam gelas.
Cita rasanya komplet. Manis, sedikit asam, dan hangat di badan. Cocok dengan suasana kedai yang berada 550 meter di atas permukaan laut. Kedai ini terletak di antara Bukit Senggigi dan Bukit Pusuk, sekitar enam kilometer dari pantai Senggigi. Wisatawan yang datang sebaiknya minum madu Trigona di malam hari, duduk di balkon terbuka kedai Jendela Laut sambil menikmati pemandangan kerlip lampu Kota Mataram sampai Senggigi.
Pemilik Kedai Jendela Laut, Haji Arwani mengatakan pantang menjual minuman keras. Sebab itu, dia mencari sajian lain berupa minuman tradisional yang mampu menghangatkan badan dan tidak memabukkan. "Madu ini hasil budidaya masyarakat, beda dengan madu kebanyakan, dan bergizi," kata Haji Arwani kepada Tempo, Rabu malam, 25 Agustus 2021.
Pemenang Pemuda Pelopor Bidang Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat 2021, Habiburrahman menunjukkan hasil budidaya madu Trigona. TEMPO | Supriyantho Khafid
Jika madu lain memiliki cita rasa manis, madu Trigona dominan kecut. Sebab itu, Haji Arwani mencampur madu ini dengan bahan lain, seperti gula merah. Dan jadilah minuman segar yang menghangatkan badan seharga Rp 25 ribu. Kedai Jendela Laut juga menjual madu Trigona dalam kemasan botol berisi 500 mililiter seharga Rp 250 ribu.
Pemenang Pemuda Pelopor Bidang Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat 2021, Habiburrahman mengatakan, tak sulit mendapatkan madu Trigona karena 70 persen penduduk Desa Bengkaung adalah pembudidaya madu. Terlebih permintaan madu bertambah selama pandemi Covid-19, dari semula 15 liter menjadi 30 sampai 35 liter setiap bulan.
"Saat ini terdapat 10 ribu koloni lebah madu Trigona di Dusun Bengkaung," kata Habiburrahman, mahasiswa Semester VIII Program Studi Agroeko Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram, NTB. Dia sendiri memiliki 379 stup (kotak) budi daya di rumah. Sebanyak 150 kotak ditempatkan di sekitar rumah, sisanya dikelola oleh kawan-kawan di desanya. "Supaya mengurangi pengangguran."
Cara pembudidaya madu di Desa Bengkaung, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), menyimpan kotak atau stup lebah. TEMPO | Supriyantho Khafid
Petani madu Trigona biasanya panen setiap tiga bulan sekali. Sekali panen menghasilkan 25 liter madu senilai Rp 9 juta. Madu tersebut dikemas dalam ukuran 100 mililiter, 250 mililiter, dan 500 mililiter. Masing-masing dijual Rp 40 ribu, Rp 95 ribu, dan 190 ribu.
Sebelum pandemi Covid-19, wisatawan yang datang ke Desa Bengkaung dapat menyaksikan bagaimana petani menyimpan kotak-kotak lebah. Ada yang meletakkan stup lebah persis di samping dinding rumah, ada pula yang menaruhnya di bawah atap.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, Saepul Akhkam mendukung usaha masyarakat, terutama pembudidaya madu. "Kami ingin usaha berbasis mikro ini menjadi ekonomi kreatif yang memperkuat destinasi wisata,'' ujarnya. "Ke depannya bisa menjadi destinasi ekowisata dan eduwisata."
Cara petani Desa Bengkaung, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), menyimpan kotak atau stup lebah. TEMPO | Supriyantho Khafid
Baca juga:
Tren Makan Madu Beku Seperti Permen Jelly, Ketahui Efeknya untuk Kesehatan