TEMPO.CO, Yogyakarta - Forum Pengurangan Risiko Bencana atau FPRB Daerah Istimewa Yogyakarta mendesak Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X segera bertindak mengatasi lonjakan Covid-19 yang kian tak terbendung. Forum mendesak Raja Keraton Yogyakarta melalui surat terbuka pada Senin, 28 Juni 2021 bersamaan dengan pecah rekor kasus Covid-19.
Pada hari ini juga, Senin 28 Juni 2021, kasus Covid-19 di Yogyakarta mencapai 859 kasus dan 32 orang meninggal. "Mempertimbangkan situasi Covid-19 saat ini, kami mohon Gubernur DI Yogyakarta mengambil kebijakan rem darurat agar situasi tidak bertambah buruk," ujar Koordinator FPRB DI Yogyakarta, M. Taufiq.
Taufiq menjelaskan, tingkat keterisian ranjang di seluruh rumah sakit rujukan Covid-19 di Yogyakarta sudah lebih dari 80 persen. Mengacu pada kasus Covid-19 yang terus melonjak, tingkat kefatalan, dan ketersediaan fasilitas, menurut dia, sudah sepatutnya Sultan Hamengku Buwono X mengambil tindakan cepat, tepat, dan lebih ketat guna menekan penularan Covid-19.
Tindakan yang dimaksud Taufiq, termasuk menghentikan dan menunda sementara semua kegiatan yang potensial menimbulkan kerumunan tanpa terkecuali. Di antaranya kegiatan pariwisata, belajar di sekolah, kegiatan sosial dan ritual keagamaan, serta berbagai aktivitas lainnya.
Forum juga meminta Sultan Hamengku Buwono X menekan mobilitas pekerja dengan memaksimalkan bekerja dari rumah, khususnya aparatur sipil negara dan pekerja sektor formal lain. "Kecuali mereka yang bergerak di sektor vital seperti kesehatan, pangan, dan energi, serta pelayanan publik esensial," kata Taufiq seraya menambahkan rem darurat Covid-19 bisa diterapkan dalam dua pekan ke depan.
Kepala Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, Singgih Rahardjo mengatakan, pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan untuk menekan kasus Covid-19. Dia mencontohkan, sejumlah agenda wisata telah dibatalkan berangkat dari situasi pandemi saat ini.
Pada Juni 2021 misalkan, terdapat dua acara besar yang ditunda pelaksanaanya. Agenda itu adalah Festival Perahu Naga di Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, dan Festival Panahan Tradisional Jemparingan yang semula bakal berlangsung di lima titik kabupaten/kota.
"Kegiatan-kegiatan wisata itu kami tunda karena berpotensi memicu kerumunan dan tidak mendapat izin Gugus Tugas Covid-19," kata Singgih. Mengenai penutupan destinasi wisata, Singgih menjelaskan, kewenangan itu ada di tangan pamerintah kabupaten/kota.
Pemerintah setempat, dia melanjutkan, bisa mengacu pada instruksi Gubernur DI Yogyakarta Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Mikro. Dalam instruksi tersebut, Sultan Hamengku Buwono melarang masyarakat di zona merah Covid-19 menggelar acara apapun, termasuk agenda wisata, yang memicu kerumunan.
Sementara kondisi saat ini, dari lima kabupaten/kota di DI Yogyakarta, empat di antaranya masuk zona merah dan satu zona oranye, yakni di Kabupaten Kulon Progo. Hanya pemerintah Kabupaten Bantul yang berinisiatif menutup destinasi wisata setiap Sabtu dan Ahad.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DI Yogyakarta, Bobby Ardyanto menolak wacana penutupan total sektor pariwisata yang menjadi penggerak ekonomi masyarakat. "Kami sepakat jika ada sanksi tegas bagi pelaku wisata yang melanggar protokol kesehatan," katanya. "Jangan membuat sektor pariwisata tak bergerak sama sekali."
Baca juga:
Warga Sleman Yogyakarta Gelar Tradisi Seni Virtual tanpa Penonton di Zona Hijau